Winarti, S.Pd.,M.Pd
Sesuatu yang
menggelitik pikiran Penulis adalah saat melihat orang-orang yang akan
menyelenggarakan pernikahan. Betapa tidak, keluarga sangat disibukkan dengan
berbagai urusan untuk menyiapkan prosesi pernikahan. Mereka ingin pestanya
mendapat kesan “wah”, dan mendapat pujian dari semua tamu undangan yang hadir.
Mereka tidak ingin ada kekurangan sedikitpun pada pelaksanaan prosesi nanti, ya
tidak salah sih, tapi juga tidak seratus persen benar. Mengapa? Karena ada hal
yang jauh lebih penting daripada sekedar acara resepsi yang menghabiskan banyak
biaya dan melelahkan fisik. Apakah hal yang lebih penting itu? Hal yang lebih
penting adalah sudahkah calon pasangan yang akan menikah tadi mempersiapkan bekal yang cukup untuk mendidik anak, karena proses ini akan
mereka jalani hingga seumur hidup.
Sudah siapkah
pasangan tersebut mendidik anak sejak dalam kandungan, kemudian lahir menjadi
anak usia dini, lalu lanjut ke remaja dan dewasa. Bukankah itu membutuhkan
keterampilan untuk mendidik yang selama ini tidak ada sekolahnya. Mendidik anak
usia dini dengan anak usia remaja tentu saja pendekatannya berbeda, apalagi
ketika anak-anak beranjak dewasa pasti akan lain lagi model pendekatan untuk
mendidik anak kita.
Nah, coba kita
lihat lagi pada judul tulisan ini, ada kata SCOR, apa sih maksudnya? Apakah
SCOR sama dengan nilai? Bukan. SCOR yang Penulis maksudkan dalam tulisan ini
adalah “Sekolah Calon Orang Tua”.
Untuk menjadi dokter ada sekolahnya, untuk menjadi pengacara ada sekolahnya,
hampir semua profesi ada sekolahnya. Akan tetapi ada satu profesi yang sangat
mulia yaitu profesi sebagai orang tua yang tidak ada sekolahnya bukan?
Menjadi orang tua
adalah sebuah karier, 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, sepanjang tahun, sepanjang
hidup. Menjadi orang tua tidak ada cuti, tidak ada gaji, tidak ada bonus, tidak
ada uang lembur, tidak ada tunjangan. Menjadi orang tua juga dituntut untuk
belajar, sabar, instrospeksi, mau mendengarkan dan tetap senyum walau lelah.
Namun bahagialah menjadi orang tua dan banggalah dengan tugas itu karena surat
tugasnya langsung ditandatangani oleh Tuhan. (Angga Setiawan, hal.38).
Membaca deskripsi
di atas, menjadi orang tua membutuhkan fisik dan mental yang kuat, membutuhkan
kesabaran yang luar biasa, membutuhkan keterampilan untuk mendengarkan dan
mengendalikan emosi sehingga bisa tetap tersenyum di depan anak dalam keadaan
lelah sekalipun. Semua hal di atas membutuhkan proses dan harus senantiasa
dipelajari. Sungguh sangat disayangkan untuk mempersiapkan itu semua tidak ada
“Sekolah Calon Orang Tua (SCOR)”.
Seandainya SCOR
ada, maka lulusanya yang notabene adalah pasangan yang akan menikah, insyaAllah
banyak orang tua hebat, orang tua yang mempunyai bekal cukup untuk mendidik
anak-anaknya menjadi generasi yang berkualitas. Harapannya melalui SCOR, calon
orang tua diberi bekal yang cukup melalui materi bagaimana mengasuh anak sejak
dalam kandungan hingga dewasa. Melalui SCOR, masing-masing pasangan akan
mengerti tugasnya, karena pendidikan yang pertama dan utama adalah keluarga.
Anak-anak belajar
dari kehidupan di dalam keluarga. Ia mencontoh banyak hal dari kehidupan dalam
keluarga. Setiap anak adalah baik, tetapi terkadang ia mencontoh hal yang
salah. Keluarga punya peran utama untuk menyajikan contoh kebaikan yang akan ia
duplikasi ke dalam dirinya. Anak-anak seperti spons, ia menyerap apapun yang ia
lihat, dengar dan rasakan. Sehingga apa yang ia lihat, dengar dan rasakan
seharusnya adalah kebaikan yang kelak ia gunakan untuk mengarungi kehidupan.
Pertanyaannya
sekarang untuk calon orang tua
adalah “sudah cukupkah bekal kalian untuk memberikan contoh kebaikan kepada
anak-anak kalian nantinya?” Karena pasangan harus selalu kompak dalam hal
mendidik anak, agar anak tidak bingung mana yang akan ia tiru. Berani-beraninya
menikah tanpa bekal yang cukup untuk menjadi orang tua, hehehe. Sedangkan
pertanyaan untuk yang sudah menjadi orang tua adalah “sudah benarkah cara kita
mendidik anak-anak kita, jangan-jangan cara mendidik yang kita terapkan ke anak
kita adalah hasil adopsi dari cara orang tua kita dulu mendidik kita yang notabene
belum tentu benar bukan?”
Oleh karena SCOR
masih ada di angan-angan, saya sarankan sebagai calon orang tua dan orang tua
untuk terus belajar melalui membaca buku-buku parenting, konsultasi dengan
pakar pendidikan anak, ikut seminar parenting
agar wawasan kita tentang mendidik anak terus bertambah dan tidak terjadi
kesalahan fatal yang berdampak fatal juga pada anak kita. Mungkin hanya ada dua
tipe orang tua, yaitu orang tua yang mau belajar dan tidak mau belajar. Orang
tua yang mau belajar akan menikmati dalam mendidik anak, yang tidak mau belajar
akan selalu bingung menghadapi tingkah laku anak.
Kita semua setuju
bahwa anak adalah titipan Allah SWT, maka sudah sepatutnya kita memperlakukan
seperti yang Tuhan inginkan, bukan dengan kekerasan baik fisik maupun verbal.
Semoga kita senantiasa menyediakan diri dan hati untuk selalu belajar menjadi
yang terbaik bagi anak-anak kita.
Penulis adalah staff
P4TK BOE Malang dan alumni S2 PAUD UNESA.
Komunikasi tentang Parenting dan
Pendidikan Anak Usia Dini bisa melalui surel;
win_winsolution@yahoo.co.id
That is why one must be very attentive when in search of Korean on line casino websites. When choosing the best on-line on line casino Korea residents should follow professional suggestions. Due to those causes, DoubleU Casino, a worldwide top-tier social on line casino developer, does not present services in Korea - the place its headquarters is situated. Secondly, most Korean individuals - including those that are cost of|in command of|in control of} nationwide coverage 메리트카지노 - tend to suppose that more individuals will endure from gambling habit if rules for on-line gambling are relaxed.
BalasHapus