Microsoft pada bulan Februari 2021 yang lalu baru saja merilis
hasil survei mereka yang diberi judul Digital
Civility Index (DCI) atau Indeks Keberadaban Digital yaitu survei terkait tingkat
keberadaban pengguna internet atau netizen sepanjang tahun 2020. Miris!!! Hasil survei
sangat memprihatinkan dimana tingkat keberadaban (civility) netizen
Indonesia sangat rendah bahkan terendah se-Asia Tenggara. Untuk peringkat dunia, Indonesia menduduki peringkat
ke-29 dari 32 negara. Belanda berada pada peringkat teratas untuk level dunia
(DCI=51;Rank=1) dan Singapura peringkat teratas untuk Asia Tenggara
(DCI=59;Rank=4).
Skor Indonesia memang
naik delapan poin, dari 67 pada tahun 2019 menjadi 76 pada tahun 2020, tetapi
Indonesia tetap menjadi negara dengan warga netizen paling tidak beradab di
Asia Tenggara. Miris!!! Apalagi Indonesia adalah negara dengan falsafah dasarnya
Pancasila dan negara yang berketuhanan, seharusnya lebih bisa menunjukkan
perilaku yang beradab dan berahlaqul karimah.
Definisi istilah keberadaban atau civility
dalam laporan DCI Microsoft yaitu terkait
dengan perilaku berselancar di dunia maya dan aplikasi media sosial, termasuk
risiko terjadinya penyebarluasan berita bohong atau hoaks, ujaran kebencian
atau hate speech, diskriminasi, misogini (kebencian terhadap perempuan), cyberbullying, trolling atau tindakan
sengaja untuk memancing kemarahan, micro-aggression atau tindakan
pelecehan terhadap kelompok marginal (kelompok etnis atau agama tertentu,
perempuan, kelompok difabel, kelompok LGBTQ dan lainnya) hingga ke penipuan, doxing
atau mengumpulkan data pribadi untuk disebarluaskan di dunia maya guna
mengganggu atau merusak reputasi seseorang, hingga rekrutmen kegiatan radikal
dan teror, serta pornografi.
Survei DCI dilakukan oleh Microsoft antara bulan April hingga Mei tahun
2020 dengan jumlah responden sebanyak 16.000 orang di 32 negara yaitu Argentina,
Brazil, Kanada, Chili, Kolombia, Meksiko, Peru, Amerika Serikat, Belgia, Denmark,
Perancis, Jerman, Hungaria, Irlandia, Itali, Belanda, Polandia, Rusia, Spanyol,
Swedia, Britania Raya, Australia, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura,
Taiwan, Thailand, Vietnam, Afrika Selatan, dan Turki.
Hasil survei diperoleh data
sebanyak 47% responden pernah terlibat dalam perilaku bullying di
dunia maya (cyberbullying), 19% bahkan mengatakan pernah menjadi korban bullying. Kelompok usia yang
paling terpapar cyberbullying adalah generasi Z yaitu generasi usia yang lahir antara tahun 1997-2010 (47%), kelompok milenial atau yang lahir antara tahun
1981-1996 (54%), generasi X atau yang lahir
antara tahun 1965-1980 (39%) dan kelompok baby-boomers
atau yang lahir antara tahun 1945-1964 (18%).
Yang lebih membuat miris lagi, netizen
yang dinilai ikut mendorong anjloknya tingkat keberadaban adalah orang dewasa
atau yang berusia di atas 18 tahun, skornya mencapai +16. Kelompok usia yang
seharusnya bisa memberikan contoh perilaku baik malah sebaliknya menjadi pendukung
perilaku ketidakberadaban. Mengingat
jumlah pengguna internet di Indonesia yang mencapai lebih dari 202 juta orang
atau lebih dari 73 persen total penduduk, poin +16 ini tentu mencemaskan.
Hasil survei juga memperoleh data
harapan besar responden netizen akan adanya
instansi/lembaga yang turut serta memperbaiki
tingkat keberadaban lewat berbagai hal, yaitu 59% dari unsur perusahaan media sosial. Nilai itu setara dengan yang berharap agar media ikut
memainkan peran yaitu 54%. Sementara
yang berharap pemulihan dilakukan oleh pemerintah mencapai 48%, oleh institusi pendidikan 46%, dan oleh institusi keagamaan 41%.
Paska Microsoft mempublikasikan hasil survei DCI-nya, apa yang dilakukan
oleh netizen Indonesia? Miris!!! Bukan instrospeksi diri, tetapi malah “menyerang”
akun Instagram Microsoft dengan komentar-komentar bernada negatif yang justru
malah membenarkan label “tidak sopan” hasil DCI (berita dapat dibaca di https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210301072208-185-611992/microsoft-masih-tutup-komentar-ig-soal-netizen-ri-tak-sopan).
Semoga 46% dan 41% benar-benar menjadi data yang bisa membuka mata
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama Republik Indonesia bahwa perbaikan
ahlaq menjadi suatu hal yang dibutuhkan sangat mendesak di NKRI kita yang
tercintai ini. perbaikan kurikulum penting tapi perbaikan ahlaq sangat lebih penting. Ingatlah maqolah (quote) dari Abdullah Ibnu Mubarok seorang
ulama sufi dalam kitab Adabul ‘Alim wal Muta‘allim karya Hadratussyekh Hasyim Asy’ari “nahnu ila qolilin minal adab, ahwaju minna ila
katsiirin minal ‘ilmi” (kita lebih
membutuhkan adab meskipun sedikit dibanding ilmu meskipun banyak).