Sabtu, 03 Desember 2022

CINTA LAILA LEBIH BESAR DARI CINTA QAIS

“Laila….engkau harus menikah dengan Ibnu Salam” ujar keras Amir Qhatibiah kepada puteri semata wayangnya.
Dengan tertunduk layu sembari meneteskan air mata Laila menjawab tanpa membantah “baiklah ayah, sekehendak hati ayah”.
“Ibnu Salam anak bangsawan suku Thaqif yang kaya raya…engkau tidak akan menyesal menikah dengannya Laila” istri Amir ikut membujuk.
“baiklah ibu, sekehendak hati ibu” ucap tegas dari Laila
---------------------------------------------------------------------------------
Sampailah kisah pada hari pernikahan Laila dan Ibnu Salam. Dan saat malam pertama tiba, masuklah Ibnu Salam kedalam kelambu ranjang Laila.
Ibnu Salam adalah seorang tua dari golongan bangsawan kaya raya yang sudah menikah lebih dari sepuluh kali. Dengan segudang pengalaman dalam hal ihwal pernikahan, Ibnu Salam mencoba merayu Laila.

“wahai Laila istriku, marilah kita reguk kenikmatan malam ini sebagai sepasang suami istri” ucap Ibnu Salam.

Sambil tersenyum Laila menjawab “baiklah wahai suamiku Ibnu Salam, aku akan melakukannya bersamamu. tapi sebelumnya, jawablah dulu pertanyaan dariku”.

“silahkan Laila, ajukanlah pertanyaanmu itu istriku” balas Ibnu Salam.

Segera Laila mengajukan pertanyaan “kenapa engkau menikahiku wahai suamiku?”
“Karena engkau wanita tercantik di kota ini wahai Laila. Semua pria di kota ini berhasrat untuk menikahimu, tetapi akulah orang yang paling beruntung karena akulah yg menjadi suamimu” jawab Ibnu Salam sambil tertawa dengan pongahnya.

Sambil menahan marah Laila berkata “jika itu alasanmu, ambillah belatimu yang paling tajam. Potonglah kepalaku atau kulitilah wajahku ini dengan belatimu dan simpanlah ia untuk menjadi pemuas hasratmu. Jika engkau belum puas juga, silahkan potong-potong bagian tubuhku lainnya yang selama ini kau idam-idamkan. Sungguh engkau tidak mencintaiku wahai Ibnu Salam suamiku”.

Terperanjatlah Ibnu Salam dan sontak berteriak sambil berkacak pinggang “wahai Laila, aku adalah suamimu, aku telah membayar maharmu, haram bagimu menolak ajakan suamimu”.
“silahkan perlakukan aku sesukamu layaknya sawah ladang bagimu wahai suamiku, tapi sawahmu ini sangat gersang dari air cinta. Sawah yang gersang tidak akan pernah menyuburkan tanaman” jawab Laila dengan lembut sambil tersenyum.
---------------------------------------------------------------------------------
Malam berganti siang, siang kembali berganti malam, hari terus silih berganti, bulan berganti bulan bahkan bertemu tahun. Tetapi pertanyaan Laila selalu sama. Tidak kurang rayuan Ibnu Salam agar Laila berkenan kepadanya, bahkan dengan cara kekerasan sekalipun Laila tetap tak bergeming dan tetap dengan pertanyaan juga keputusan yang sama.

Ibnu Salam pun terheran-heran dengan sikap Laila hingga ia pun pasrah tanpa bisa berbuat apapun lagi. Saat siang hari Laila melayani kebutuhan suaminya dalam hal sandang dan pangan dan menjadi pendamping suami dihadapan tamu-tamu suaminya. Tapi saat malam tiba, Laila mengunci rapat-rapat pintu kamarnya. Ia menangis menahan rindu dengan Qais kekasihnya hingga subuh tiba. Hingga suatu hari takdir Allah yang sudah pasti pun berlaku pada Ibnu Salam. Ia mati tanpa pernah menyentuh Laila.
Saat hari kematian Ibnu Salam. Laila menangis sejadi-jadinya hingga orang-orang beranggapan jika ia menangisi mendiang suaminya. Esok harinya Laila masih saja menangis, demikian juga lusa dan hari-hari seterusnya hinggalah mata Laila menjadi buta.

Orang-orang berkata “sungguh besar rasa cinta Laila kepada Ibnu Salam hingga ia menangisi kematiannya sampai matanya menjadi buta”.

Sungguh tangisan Laila adalah karena rasa rindunya yang tidak pernah terungkap pada Qais. Ia menutup rapat-rapat kedua bibirnya agar tidak mengucapkan rasa rindunya. Hanya tangisan dan air matanyalah yang berbicara mewakili beban hatinya.

Setelah kedua matanya membuta, hilanglah juga hasrat duniawi Laila. Tidak lagi ada hasrat untuk makan dan minum, yang ada hanyalah tangisan kerinduannya pada Qais. Hingga iapun jatuh sakit. Sudah buta – sakit pula.

Saat sudah semakin lemah dengan sakitnya, datanglah mendekat salah seorang dayang Laila. Si dayang berkata kepada Laila “wahai tuanku Laila, tadi di masjid aku melihat segerombolan orang sedang berdebat dan mencaci maki seorang majnun. Bahkan tidak henti-hentinya orang-orang mengumpatnya. Anak-anak kecil melemparinya dengan batu. ibu-ibu mengutuknya. Tapi dari mulut si majnun hanya berucap Laila…..Laila….Laila”. kucoba bertanya ke orang-orang perihal si majnun, orang-orang kompak menjawab “orang itu majnun sejak berjumpa Laila”.

Mendengar nama majnun, Laila yang sedang dalam payahnya karena sakit sontak berjingkat dari pembaringan, dan dengan pandangan keingintahuan kelanjutannya berita tentang Qais ditatapnya si dayang seolah-olah ingin melahap wanita paruh baya itu.
“apakah engkau melihatnya wahai dayang? Benarkah selalu keluar dari mulutnya nama Laila???” Tanya Laila.

“apakah yang selalu keluar dari mulutnya adalah namamu wahai tuan putri” timpal dayang.

“iya dayang, dialah Qais bin Maluh….sang pecinta gila. Dialah tangisku selama ini. Dialah buta dan sakitku ini”.

"wahai tuan putri, apakah cintamu pada Qais lebih besar daripada cintanya padamu?" tanya dayang. Lalu Laila menjawab, "Justru cintaku padanya yang lebih besar!". "Mengapa bisa?" balas dayang. "Karena cintanya padaku terkenal. Sedangkan cintaku padanya tersembunyi." Jawab Laila.
“wahai dayang, ambilkanlah aku secarik kain sutera putih dan pena dengan tinta aroma ambar (mawar).

Bergegaslah si dayang menyiapkan permintaan tuan putrinya. Tak sampai seperdupaan, dayang pun kembali dan menyerahkan semua keperluan kepada tuan puterinya. Laila pun mulai menuliskan sesuatu di secarik kain sutra putih . Setelahnya dilipatnya kain sutera putih itu.

“wahai dayang, pergilah engkau keluar. Carilah majnunku entah dimana dia berada. Carilah ia dipojokan-pojokam pasar, atau di kuburan-kuburan, di hutan belantara atau di goa-goa. Carilah ia sampai ketemu bahkan jika engkau harus menyeberang benua sekalipun. Berikanlah secarik kain sutera putih ini padanya. Tidak perlu engkau bersusah payah menjelaskan perihalnya karena rasa cintanya padaku yang sudah terpatri disetiap bulu roma tubuhnya yang akan menjelaskan padanya.
“Sendiko dawuh tuan putri” timpal dayang sambil berpamit diri.
---------------------------------------------------------------------------------
Dicarilah Qais oleh si dayang mulai dari gang-gang dan pojokan pasar, di kuburan-kuburan, di goa-goa. Sehari, dua hari, tiga hari, seminggu, dua minggu, berganti bulan belum juga ditemukan olehnya di majnun. Hinggal akhirnya Allah pun berkehendak, dipertemukanlah si dayang dengan si majnun.

Majnun sedang tiduran dengan dikelilingi oleh sekumpulan binatang liar, singa, serigala, rusa, kelinci, ular dan lainnya. Tidak ada satupun dari hewan-hewan itu yang berniat mencelakai diri majnun.

“wahai Qais, bangunlah” sapa dayang. Tapi Qais tak bergeming. “wahai Qais, bangunlah” dayang mengulangi. Qais masih tetap tak peduli. “wahai sang pecinta gila, akankah engkau terus berpura-pura menutup kedua matamu? Ataukah kau akan menyambut sesuatu matlumat dari Laila-mu???”

Sontak Qais meloncat dari pura-pura tidurnya. “engkau membawa matlumat dari Laila?” tanya Qais. “iya” jawab si dayang sambil menyodorkan secarik kain sutera putih.

Diambilnya kain itu oleh Qais, digenggamnya erat-erat, diciuminya dengan penuh cinta. Dibukanya perlahan seolah-olah kain itu ibarat kertas usang yang mudah rusak. Dipandanginya isi secarik kain sutera putih itu.
“Lailaaaaaaaaaaaaaa………..” Qais berteriak sekuat-kuatnya hingga tubuhnya gontai hingga tumbang. Qais pun pingsan.
---------------------------------------------------------------------------------
“Qaiiiiiiiiiiiiisssssssssssss………..” teriak Laila terdengar lamat-lamat dan serak hingga bibirnya terkatup, matanya pun terpejam. Laila telah menerima takdir ilahi yang pasti yaitu kematian.
 
 

Padukuhan Kupang Wetan-Ujunggaluh, 1-12-2022
Pukul, 22:45
Syekh Joborantas






 


Epilog:
Isi surat Laila untuk kekasihnya Qais al-majnuni di secarik kain sutera putih:
Wahai pengembara yang selalu diliputi kesengsaraan……..Aku adalah rembulan dan engkau adalah matahari yang menyinariku dari kejauhan. Maafkan aku, karena orbit berbeda membuat kita selalu terpisah. Semua sudah selesai. Laila, sahabatmu dalam kesedihan itu sekarang sudah tiada. Ia telah terbebas dari belenggu duniawi Hatinya hanya diberikan padamu dan dia mati untukmu”.



Rabu, 30 November 2022

MAJENUN SEJAK BERJUMPA LAILA



“Laila…..Laila….Lailaaaaa” ocehan Qois tiada henti.

“lihatlah Qois…dia sekarang sudah gila….sudah jadi majnun sejak bertemu Laila” kata orang.

“Qois gila….Qois gendeng….Qois majnun” ejek anak-anak kecil sembari melemparinya dengan batu.

“laila…..laila….lailaaaa….” hanya ini kata yang kembali keluar dari mulut Qois.

Sejak saat itu…terkenallah Qois bin Maluh, putera seorang raja dengan julukan si majnun Laila (orang yang tergila-gila dengan Laila).

Suatu hari, Qois melihat anjing milik Laila berjalan di sebuah jalan, segera Qois mengejar anjingnya Laila itu berharap bisa berjumpa dengan pemilik si anjing…siapa lagi jika bukan Laila.
Di perjalanan mengejar anjing menuju rumah Laila, Qois melewati sebuah masjid saat orang-orang sedang sholat. Ia tidak berhenti dan terus berjalan. Ketika kembali dari rumah Laila ia kembali melewati masjid tadi. Disana ia ditanya “hai Qois, mengapa engkau tadi tidak berhenti dan ikut sholat bersama kami??”.

Qois menjawab “demi Allah!!! Aku tidak melihat kalian”. “demi Allah!!! Andaikan kalian betul-betul mencintai Allah sebagaimana aku mencintai Laila pasti kalian tidak akan melihatku saat sholat tadi”. “kaliah sedang berdiri dihadapan Allah masih bisa melihatku, sedangkan aku baru berada dibelakang anjingnya Laila saja sudah tidak bisa melihat kalian”. “cinta kalian kepada Allah belum benar!!!”, “ulanglah sholat kalian!!!”.
Aku berjalan melintasi rumahnya Laila, kucium dinding itu, dinding itu, semua sudut-sudut rumah titik-titiknya kuciumi. Cinta di dadaku bukanlah untuk dinding-dinding rumah, namun cinta pada siapa yang tinggal di dalamnya….Laila”. “sedangkan kalian, sibuk menciumi lantai rumah Allah tapi tidak ada sedikitpun rasa cinta di dada kalian pada Sang Pemilik Rumah”.
 
Orang-orang pun terdiam juga sebagian mencemooh….”dasar majnun”.

Qois tidak peduli…dia tinggalkan orang-orang sambil terus menikmati rasa dzauq-nya dan tetap berguman….Laila…..Laila….Lailaaaa......hingga ketemu fana-nya.



 

30 Desember 2022, antara Pacitan – Surabaya
Pukul 01:58 dini hari
Siapakah "Laila"?????
bagaimanakah rasa dzauq itu???
bagaimana rasa fana itu???
 
 







epilog:
Di akhir kisahnya, seorang sufi dalam mimpinya melihat Majnun tengah dibelai dengan penuh rasa cinta dan sayang oleh Allah SWT, kemudian ia pun mendudukkan Majnun disamping-Nya. Kemudian berkata lah Allah SWT kepada Majnun “apakah engkau tidak malu wahai Qais memanggil-manggil nama-Ku dengan sebutan Laila, setelah kau meminum anggur Cintaku?”

Senin, 21 November 2022

JARUM SEJARAH PENGETAHUAN

Seiring dengan berkembangnya Abad Penalaran, maka konsep dasar menjadi berubah dari "persamaan" kepada "perbedaan". Mulailah terdapat perbedaan yang jelas antara berbagai pengetahuan, yang mengakibatkan timbulnya spesialisasi pekerjaan, dan konsekuensinya dapat mengubah struktur kemasyarakatan. Pohon pengetahuan mulai dibeda-bedakan, setidaknya berdasarkan apa yang diketahui, bagaimana cara mengetahui, dan untuk apa pengetahuan tersebut digunakan.

Mungkin Anda pernah mendengar seorang tukang obat yang menawarkan panacea (obat segala macam penyakit) di kaki lima yang berkata : "Untuk urat kaku, pegal linu, darah tinggi, sakit bengek, eksim, keputihan, susah tidur, kurang nafsu makan, kurang jantan...., minumlah kapsul ini tiga kali sehari, diguyur dengan air minum, yang hamil dilarang minum....!!!". Raja obat yang konon katanya mampu mengobati berbagai macam penyakit ini adalah "warisan" dari zaman dulu, dimana pada waktu itu perbedaan antara wujud yang satu dengan wujud lainnya masih belum dilakukan.

Pada masyarakat primitif, perbedaan antara berbagai organisasi kemasyarakatan belum begitu nampak, mungkin karena belum adanya "pembagian pekerjaan". Seorang ketua suku, misalnya, bisa saja merangkap hakim, penghulu yang menikahkan, panglima perang, guru besar (mufti), sesepuh, dan lain-lain. Sekali dia menempati status tertentu, maka biasanya status itu tetap, ke mana pun dia pergi. Sebab organisasi kemasyarakatan pada waktu itu hakikatnya hanya satu.

Sekali menjadi seorang ahli, maka seterusnya dia akan menjadi seorang ahli. "Jadi kalau sekarang kita melihat seorang professor psikiatri mencantumkan gelar/titelnya waktu main ketoprak, maka gejala ini dapat dianggap sebagai sindrom tempo doeloe, kan...?", tanya seseorang pada sebuah seminar. "...Tahu ! Habis contohnya professor psikiatri, sih. Jadi membuka lorong ke arah penafsiran yang lain", jawab seorang ketua panitia.

Jadi kriteria persamaan dan bukan perbedaan yang menjadi konsep dasar pada waktu dulu. Semua menyatu dalam kesatuan yang batas-batasnya "kabur" dan "mengambang". Tidak ada batas-batas yang jelas antara obyek yang satu dengan obyek yang lain, antara wujud yang satu dengan wujud yang lain.

Konsep dasar ini baru mengalami perubahan fundamental dengan berkembangnya Abad Penalaran (The Age of Reason) pada pertengahan abad ke-17. Sebelum Charless Robert Darwin menyusun Teori Evolusi-nya, kita sering menganggap bahwa semua makhluk adalah serupa yang diciptakan dalam waktu yang sama.

Jadi, adalah wajar kalau dalam kurun waktu tersebut tidak ada perbedaan antara berbagai pengetahuan. Segala apa yang kita ketahui adalah pengetahuan; apakah itu cara memburu gajah, cara mengobati sakit gigi, cara menentukan kapan harus bercocok tanam, atau barangkali biografi para bidadari di khayangan, dan sebagainya. Intinya, semua itu adalah satu; apakah itu obyeknya, metodenya, atau kegunaannya, dan lain-lain.

Metode ngelmu yang akhir-akhir ini mulai ngepop lagi, yang tidak membedakan antara berbagai jenis pengetahuan, mungkin bisa dianggap sebagai metode yang bersifat universal pada waktu itu. Namun dengan berkembangnya Abad Penalaran, maka konsep dasar pun berubah dari "persamaan" menjadi "perbedaan".

Salah satu cabang pengetahuan yang berkembang menurut jalannya sendiri adalah ilmu, yang berbeda dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya, terutama dalam segi metodenya. Sedangkan yang namanya metode keilmuan adalah jelas sangat berbeda dengan ngelmu yang merupakan paradigma sejak Abad Pertengahan. Demikian juga ilmu, dapat dibedakan dari apa yang ditelaahnya, bagaimana cara mendapatkannya, dan untuk apa ilmu itu digunakan.

Diferensiasi dalam bidang ilmu dengan cepat terjadi. Secara metafisik, ilmu sudah mulai dipisahkan dengan moral. Berdasarkan obyek yang ditelaahnya, mulailah dibeda-bedakan antara ilmu-ilmu alam (natural sciences) dengan ilmu-ilmu sosial (social sciences). Dari cabang ilmu yang satu, sekarang ini diperkirakan berkembang lebih dari 665 ranting disiplin keilmuan (lihat Ruang Lingkup Penjelajahan Ilmu). Pembedaan yang makin terperinci ini menimbulkan keahlian yang makin spesifik pula.

"...Saya adalah Dokter Fulan, ahli burung betet betina". Begitulah ungkap seseorang dalam "abad spesialisasi" ini memperkenalkan dirinya. Jadi tidak lagi ahli zoologi, atau ahli burung, atau juga ahli betet, melainkan khas betet betina.

"Ceritakan, Dok, bagaimana cara membedakan antara burung betet betina dengan burung betet jantan....?!", tanya seorang pemuda, yang kebetulan bukan dokter.

"Burung betet jantan makan cacing betina, sedangkan burung betet betina makan cacing jantan....", jawab pak dokter. "Lalu bagaimana cara membedakan antara cacing jantan dengan cacing betina ?", tanya pemuda lagi. "Wah, itu di luar profesi dan keahlian Saya, Mas! Anda harus bertanya kepada seorang ahli cacing...!", jawab sang dokter dengan keringat dingin.

Makin ciutnya kapling masing-masing disiplin keilmuan, itu bukan berarti tidak akan menimbulkan masalah. Sebab dalam kehidupan nyata, seperti pembangunan pemukiman manusia, maka masalah yang dihadapi tentu begitu banyak dan bersifat jelimet, acakadut, pabeulit, paburantak, dan sebagainya. Menghadapi kenyataan seperti ini, ada lagi orang-orang yang ingin memutar "jarum sejarah" kembali dengan mengaburkan batas-batas otonomi masing-masing disiplin keilmuan.

Dengan dalih pendekatan inter-disipliner, maka berbagai disiplin keilmuan dikaburkan batas-batasnya; perlahan-lahan menyatu dalam kesatuan yang berdifusi, seperti semboyan Tiga Musketir dari Alexander Dumas : "....Tous pour un, un pour tous !". (Bahkan kapling moral mulai digabungkan kembali dengan kapling ilmu secara metafisik).

Pendekatan inter-disipliner memang merupakan keharusan, tetapi tidak dengan mengaburkan otonomi masing-masing disiplin keilmuan yang sudah berkembang berdasarkan route-nya masing-masing, melainkan dengan menciptakan paradigma baru.

Paradigma ini adalah bukan saja ilmu, melainkan "sarana berpikir ilmiah", seperti Logika, Matematika, Statistika, dan Bahasa. Setelah Perang Dunia II, muncullah paradigma "konsep sistem" yang diharapkan sebagai alat untuk mengadakan pengkajian bersama antar-disiplin keilmuan.

Jelaslah kiranya bahwa pendekatan inter-disipliner bukan merupakan fusi antara disiplin keilmuan yang bisa menimbulkan "anarki" keilmuan, tetapi suatu federasi yang diikat oleh suatu pendekatan tertentu, dimana tiap-tiap disiplin keilmuan dengan otonominya masing-masing saling menyumbangkan analisisnya dalam mengkaji suatu obyek (maudhu) yang menjadi kajian bersama.

Hendrik William Van Loon dalam bukunya, The Story of Mankind pernah mengeluh : "Ah, ingin rasanya saya menuliskan sejarah dengan satu suku kata....".

"Satu suku kata mungkin tidak bisa, namun ada satu kalimat yang patut diingat oleh mereka yang mendalami perkembangan ilmu !", jawab seorang ilmuwan.

"Yakni....?".
"jangan putar jarum sejarah....!!!".


note: ditulis ulang dari tulisan Prof. Jujun S. Suriasumatri dalam bukunya "Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer" hal. 101-10 dengan sedikit perubahan.



Sabtu, 19 November 2022

SEAMLESS LEARNING SEBAGAI MODEL PEMBELAJARAN DI MASA DEPAN. MUNGKINKAH????

Penulis: Wahsun (Pengembang Teknologi Pembelajaran Ahli Muda Kemdikbudristek)

Pandemi covid-19 mengakibatkan perubahan diberbagai bidang termasuk dalam bidang Pendidikan. Perubahan tersebut diantaranya adalah model pembelajaran yang semula bersifat konvensional terpaksa berubah menjadi daring dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi. Sisi baiknya para pendidik menjadi “tidak latah” lagi dengan teknologi. Guru-guru sudah mulai mengenal sarana-sarana belajar digital dan mencoba berimprovisasi memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran di kelas. Akan tetapi, karena sifatnya yang mendadak tentu implementasinya pun asal-asalan dan tidak terdesain dengan baik. Guru hanya sekedar buka aplikasi g-meet atau zoom dan memulai proses pembelajaran. Dengan kalimat lain, ruang kelas hanya berubah menjadi ruang daring, proses belajar tetap sama – guru menjelaskan, murid mendengarkan sambil mengantuk.

Selama masa pandemi, platform komunikasi yang paling banyak digunakan oleh guru adalah WhatsApp dalam pembelajaran online. Hal ini sebagaimana hasil survey penulis pada awal tahun 2020 dan berita hasil survey dapat dibaca pada laman BBPMP Provinsi Jawa Timur https://lpmpjatim.kemdikbud.go.id/site/detailpost/whatsapp-paling-diminati-untuk-pembelajaran-online. WhatsApp menjadi dominan karena mudah diakses karena guru dan siswa cukup membuka perangkat telepon genggam atau handphone. Lucunya, setelah pandemi Covid-19, pemanfaatan handphone sebagai media pembelajaran kembali menjadi tabu bahkan dibeberapa sekolah melarang kelas bagi siswa untuk membawa handphone masuk ke dalam kelas.

Padahal di era digital ini, handphone sebagai mobile device telah menjadi teknologi pervasive yang berpengaruh pada setiap sendi kehidupan manusia termasuk bidang pendidikan. Bahkan Kemdikbudristek juga sudah memulai project Transformasi Digital dalam bidang pendidikan salah satu contohnya adalah Massive Open Online Courses ala Kemdikbudristek yang diberi nama Platform Merdeka Mengajar. Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya fungsi sebuah handphone yang tidak lagi hanya sebagai alat telpon-telponan saja tetapi menjadi alat selayaknya komputer sehingga dikenal dengan istilah ponsel cerdas atau smartphone.

Fitur yang paling utama pada sebuah smartphone adalah layanan high-speed internet access via wifi dan mobile broadband. Dengan demikian, pengguna smartphone dapat mengunduh beragam aplikasi dari internet. Dari segi fisik, juga mengalami evolusi, seperti layar sentuh, web browser, keyboard, GPS (Global Positioning System), in-built camera dan lain- lain.

Dengan dilengkapi berbagai fitur yang menyerupai sebuah komputer, saat ini panggilan telepon dan pesan teks dapat digunakan dengan memanfaatkan fasilitas jaringan data internet. Beberapa layanan komunikasi gratis diantaranya, WhatsApp, Telegram, Line, dan lain sebagainya. Selain layanan komunikasi, smartphone juga menyediakan aplikasi office layaknya sebuah aplikasi office pada komputer yang memungkinkan penggunanya membuat file baru, editing dan menyimpan file tersebut. Media penyimpanan sudah bukan menjadi masalah bagi sebuah smartphone, penggunanya sudah bisa memanfaatkan penyimpanan data berbasis cloud computing system. Beberapa layanan penyimpanan gratis berbasis cloud yang ditawarkan diantaranya Drop box, Google Drive, Skydrive, Box, Ubuntu One, Sugar Sync, dan lain sebagainya. Belum lagi kemampuan sebuah smarpthone untuk menikmati layanan video, tv dan radio streaming semakin melengkapi fitur yang dimiliki oleh sebuah smartphone.

Kekayaan fitur pada sebuah smartphone inilah yang memunculkan istilah “dunia dalam genggaman”. Konsep portabilitas, mobilitas, ubiquiti dan terhubung (connected), menjadikan berbagai aktifitas termasuk dalam bidang pendidikan dapat dilakukan hanya dengan menggunakan sebuah smartphone, dan penggunaannya dapat terjadi tanpa batas waktu dan ruang.

Begitu pentingnya peran sebuah smartphone dalam pembelajaran, sampai-sampai smartphone dimasukkan dalam suatu fase evolusi kematangan e-pembelajaran (e-learning) yaitu fase traditional, fase web-based, fase mobile, fase ubiquitous, dan fase seamless. Prof. Ucok (Zainal Hasibuan) dan kedua rekannya menggambarkan fase kematangan proses e-learning seperi gambar berikut (artikel dapat dibaca di url https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1742-6596/978/1/012028/pdf).

Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa di Indonesia harapan capaian level kematangan e-pembelajaran masih jauh panggang dari api. Grafik tertinggi masih dilevel tradisional (guru ceramah di depan kelas). Semoga saja dengan fantastic project kemdikudristek yaitu Program Guru Penggerak dan Program Sekolah Penggerak di 2024 nanti sim salabim abra kadabra sudah masuk ke level Seamless Learning (tidak ada salahnya untuk bermimpi….hehe).

Untuk lebih menyemangati mimpi kita, penulis akan menuliskan sedikit tentang Mobile Seamless Learning (MSL) sebagai bekal saat kita terbangun nanti.

Secara harfiah Seamless berarti kontinuitas yang berlangsung secara halus. Istilah Seamless Learning pertama kali tidak dikaitkan dengan penggunaan teknologi dalam pembelajaran, baru pada tahun 2006, Chan dan kawan-kawan mendefenisikan Seamless Learning sebagai kontinuitas dalam pembelajaran dengan berbagai skenario yang menggunakan perangkat bergerak. Sedangkan penekanan dari Seamless Learning adalah, menudukung siswa untuk mengoptimalkan pengalaman belajar dan kepedulian mereka terhadap pengalaman yang abstrak dan yang konkrit.

Seaw dan rekan-rekannya (2008) menjelaskan bahwa harus ada enam komponen dari suatu Seamless Learning, yaitu space, time, context, community, cognitive tools, dan artifacts. (1) Space berarti eamless learning mendukung siswa agar dapat bergerak  secara lancar dan kontinyu antar ruang yang berbeda secara fisik dan virtual. (2) Time, waktu memegang peranan penting dalam mengembangkan sebuah pengamatan. Boleh jadi pengambilan data secara fisik dilakukan pada waktu bersamaan dalam konteks yang sama pula, misalnya dengan mengambil data di museum atau kebun binatang. (3) Context. Desain konteks sangat berpengaruh pada proses pembelajaran. Misalnya, pengambilan data dapat dilakukan dalam konteks formal di sekolah, dan kontinuitas dari pembelajaran ini dilakukan secara informal di luar sekolah. (4) Community. komunitas dalam lingkup Seamless Learning terdiri atas siswa, pendidik dan domain expert. (5) Cognitive Tools. Alat yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan kognitif, seperti smartphone. Fitur smartphone yang digunakan umumnya untuk merekam data, mengambil gambar, mengunggah data ke online portal, dan lain sebagainya. Dan terakhir (6) Artifacts dimana objek berupa hasil kerja siswa yang dihasilkan dalam proses pembelajaran.

 


Dalam perjalanannya seamless learning pun berkembang dengan memanfaatkan perangkat mobile (smartphone) sehinggan diistilahkan menjadi Mobile Seamless Learning (MSL). Mobile Seamless Learning (MSL) merupakan dampak daripada perkembangan teknologi yang mengubah paradigma dalam pendidikan, pembelajaran berkembang sudah di luar konteks pembelajaran tradisional pada umumnya. Sehingga menjadikan tantangan pendidikan dalam era digital ini adalah bukan lagi hanya berfokus pada konten apa yang akan dipelajari namun telah berkembang menjadi bagaimana dan kapan pembelajaran tersebut terjadi. Belajar mengajar tidak lagi terbatas di kelas, namun pembelajaran dapat terjadi kapan dan dimana saja tanpa terikat waktu dan ruang. Keberadaan perangkat bergerak seperti smartphone inilah yang mendukung pembelajaran diluar konteks tersebut.

Menurut Looi dan kawan-kawan (2009), portabilitas dan fleksibilitas dari sebuah perangkat bergerak sangat berpotensi mendukung peralihan pedagogi dari pembelajaran berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Dalam hal ini, pendidik bukan lagi satu-satunya sumber belajar, namun pendidik bertindak sebagai fasilitator dan partner dalam belajar.

Rogers dan Price (2009) mengemukakan beberapa keunggulan menggunakan teknologi bergerak dalam implementasi Seamless Learning, yakni: dapat meningkatkan motivasi siswa; meningkatkan partisipasi siswa dalam aktifitas belajar dan mengembangkan proses sosial dan kognitif siswa; membuka wawasan siswa terhadap berbagai bentuk informasi. Mereka menyimpulkan bahwa ada tiga tantangan dalam mendesain Seamless Learning dengan menggunakan teknologi bergerak, yaitu: 1) menghindari informasi yang berlebih, 2) menghindari apek yang dapat menyebabkan fokus perhatian siswa teralihkan oleh perangkat tersebut, 3) memahami kendala dalam mendukung kolaborasi siswa yang terjadi secara alami dalam kaitan konteks sosial.

Pentingnya pemahaman  bagaimana proses interaksi sosial dapat berimbas pada situasi pembelajaran berbasis kolaborasi yang terjadi pada skenario Seamless Learning. Proses socio-affective tersebut menjadi  semakin penting ketika kendala lingkungan belajar secara fisik dan sosial yang berbeda terjadi pada konteks, tempat dan waktu yang berbeda. Pada intinya, bagaimana pendidik dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam interaksi sosial yang kompleks dengan menggunakan berbagai jenis peralatan termasuk digital dan nondigital dalam meningkatkan aktifitas belajar (Otero dkk, 2011).

Wong dan Looi (2011) membuat 10 dimensi Mobile Seamless Learning environment yaitu; (1) MSL1: mencakup pembelajaran formal dan informal, (2) MSL2: mencakup pembelajaran yang bersifat personal/pribadi dan sosial, (3) MSL3: pembelajaran yang terjadi dengan melintas waktu, (4) MSL4: pembelajaran yang terjadi dengan melintas lokasi, (5) MSL5: akses pengetahuan berbasis ubiqitous (sebuah kombinasi dari context-aware learning, augmented reality learning, and akses secara ubiqitous terhadap sumber belajar yang berbasis daring atau online) , (6) MSL6: mencakup dunia digital dan non digital, (7) MSL7: Menggabungkan penggunaan berbagai tipe perangkat, (8) MSL8: Seamless dan peralihan yang cepat antar beberapa learning tasks (seperti data collection + analysis + communication), (9) MSL9: sintetis pengetahuan (pengetahuan sebelumnya dan sekarang serta multiple levels dari keterampilan berfikir dan / atau pembelajaran multidisiplin), dan (10) MSL10: mencakup multiple pedagogical atau model aktifitas belajar (difasilitasi oleh pendidik).

Menurut Wong (2012), visualisasi MSL yang ada pada gambar tersebut merupakan gambaran ekologi dari MSL yang menempatkan siswa sebagai pusat belajar atau learner-centric. Penempatan siswa sebagai learner-centric bukan berarti mereka  merupakan  pusat perhatian pendidik semata, namun merupakan pusat penghasil pengetahuan yang terjadi pada berbagai konteks dalam multidimensi ruang pembelajaran. Dalam hal ini,  MSL  adalah bukan hanya tentang bagaimana pembelajaran dimana saja dan kapan saja, namun  pembelajaran adalah sesuatu yang terjadi secara terus menerus yang lintas konteks.

Telah banyak hasil-hasil penelitian terkait Mobile Seamless learning yang telah dipublikasikan. Penulis tidak akan bercerita  Yang terpenting saat ini adalah bagaimana para pendidik berniat akan memulai dan para Instructional Designer akan membantu para guru mewujudkan niatnya tersebut. Tanpa ada kordinasi dan kolaborasi antara dua jabatan ini tentulah harapan capaian level kematangan e-pembelajaran sulit terwujud, jangankan di 2024 bahkan di 2042 pun bakal tidak mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

Chan, T. Dkk. (2006). One-to-one technology-enhanced learning: An opportunity for global research collaboration. Research and Practice in Technology Enhanced Learning, 1(1), pp.3- 29.

Looi, C.-K. Dkk. (2009) Leveraging Mobile Technology for Sustainable Seamless Learning: a Research Agenda“. British Journal of Educational Technology 41 (2): pp.154–169.

Otero, N. Dkk. (2011) ‘Challenges in designing seamless-learning scenarios: affective and emotional effects on external representations’, Int. J. Mobile Learning and Organisation, Vol. 5, No. 1, pp.15–27.

Rogers, Y. and Price, S. (2009) ‘How mobile technologies are changing the way children learn’, in A. Druin (Ed.), Mobile Technology for Children. Morgan Kaufmann, pp.3–22.

Seow, P. Dkk. (2008).Towards A Framework for Seamless Learning Environments. Proceeding ICLS'08 Proceedings of the 8th international conference on International conference for the learning sciences - Volume 2 Pages 327- 334.

Wong.L.-H.(2012). A Learner-centric View of Mobile Seamless learnning. British Journal of Educational Technology. Vol 43,No.1. doi:10.1111/j.1467-8535.2011.01245.x

Wong.L.H and  Looi. C.-K.(2011). What Seams Do We Remove in Mobile Assisted Seamless Learning? A Crtical Review of The literature. Computers & Education. 57.4.2364-2381