Kamis, 17 Juni 2021

MODEL DESAIN INSTRUKSIONAL SAM (SUCCESSIVE APPROXIMATION MODEL); HARUSKAH MENINGGALKAN ADDIE???

Tulisan ini mencoba menganalisis mengapa sebagian orang lebih memilih meninggalkan model pengembangan desain instruksional ADDIE untuk beralih kepada model pengembangan desain interaksional SAM (Successive Approximation Model). Dalam tulisan ini penulis tidak akan menjustifikasi salah satu model kepada kesimpulan BENAR dan SALAH akan tetapi penulis hanya akan membahas mengenai perbedaan mendasar antara kedua model pengembangan instruksional tersebut (ADDIE dan SAM)Penulis juga akan menjelaskan mengapa Michael Allen mengkritik model pengembangan instruksional ADDIE dan apa kelebihan dari model interaksional SAM.

Sebagaimana kita ketahui ADDIE adalah akronim dari sebuah proses linear yang terdiri dari lima tahapan besar yang harus dilalui secara bertahap yaitu tahap Analysis, Design, Developt, Implementation, dan Evaluation. Model pengembangan instruksional ADDIE adalah sebuah model instructional design klasik yang awalnya dikembangkan di dunia militer dan merupakan akar dari model-model instructional design yang lain (Payne, 2016). Sedangkan SAM atau Successive Approximation Model merupakan model instructional design yang dikembangkan oleh Michael Allen seorang pioneri e-learning pada tahun 2012 di Amerika, dimana SAM memiliki delapan langkah kecil secara berulang yang tersebar ke dalam tiga tahapan yaitu tahap persiapan (preparation phase), tahap iteratif desain (iterative design phase),  dan tahap interatif pengembangan (iterative development phase) (Jung H., dkk., 2019).

Dalam tahap persiapan (preparation phase) terdiri dari dua aktifitas yaitu mengumpulkan informasi (information gathering) dan SAVVY Start (brainstorming, sketching, dan prototyping). Dalam tahap iteratif desain (design) terdiri dari dua aktifitas yaitu perencanaan proyek (project planning) dan desain tambahan (additional design),  dan pada tahap iteratif pengembangan (development) terdiri dari empat langkah yaitu design proof, Alpha, Beta, dan Gold.

 



Perbedaan Inti Antara ADDIE dan SAM

Secara lebih spesifik perbedaan dari kedua model pengembangan desain instruksional ADDIE dan SAM ini dapat dilihat dari beberapa karakteristik atau indikator pembeda yaitu proses, efisiensi waktu, fleksibilitas, kebutuhan dan kolaborasi tim, dan sistim evaluasi. Penjelasan ringkas dari setiap indikator pembeda sebagaimana penulis sederhanakan dalam bentuk tabel berikut ini.

INDIKATOR PEMBEDA

ADDIE

SAM

Proses

Linear, dari fase ke fase

(bereskan fase sebelumnya sebelum melangkah ke fase selanjutnya)

Rekursif dan Iteratif

(berulang / bersiklus secara agile / gesit / fleksibel)

Efisiensi Waktu

Lamban dan berkepanjangan

Gesit dan cepat (agile)

Fleksibilitas

Lebih kaku

(sulit untuk kembali ke fase sebelumnya, jika ada kesalahan perlu restart total)

Lebih fleksibel

(memungkinkan kembali ke fase sebelumnya, karena evaluasinya cepat)

Kebutuhan dan Kolaborasi Tim

Kurang Kolaboratif

(bisa saja SME/client tidak paham isi produk, stakeholder seringkali dilibatkan diakhir fase. Dapat berjalan bagaimana kondisi tim)

Lebih Kolaboratif

(keterbukaan dibangun sejak awal, pelibatan stakeholder dari awal. Butuh teamwork yang solid)

Sistim Evaluasi

Bersifat final di setiap fase

Kolaboratif dan berkelanjutan

 

Proses

Perbedaan paling utama dari model pengembangan desain instruksional ADDIE dan SAM adalah pada karakteristik prosesnya. Proses pada model ADDIE dilakukan secara menyeluruh dan linier pada setiap fase besarnya.  Yang berarti bahwa satu fase harus selesai dan disempurnakan sebelum pindah pada fase berikutnya. Pergerakannya yang linier membuat produk yang dikerjakan harus benar-benar ditinjau sebelum bergerak maju setiap waktu. Hal ini bisa saja menghambat serta menyebabkan prosesnya menjadi agak rumit. Pergerakan linear ini juga berpotensi menyebabkan sulitnya atau bahkan mustahil untuk mundur pada fase sebelumnya. Apabila di tengah perjalanan suatu proyek ditemukan kesalahan atau sesuatu ide yang baru, ini bisa berakibat diperlukan pengolahan penuh atau dilakukan perbaikan dari awal. Sedangkan proses pada model SAM dilakukan secara rekursif dengan memecahkan persoalan kepada step-step yang lebih kecil. Perjalanannya bersifat lebih iteraktif yaitu berulang ataupun secara bersiklus yang dilakukan dengan gesit atau agile. Artinya bahwa beberapa langkah dapat terjadi atau dilakukan pada saat yang bersamaan. Hal ini memungkinkan perjalanan suatu proyek untuk mundur ke step atau bahkan fase sebelumnya apabila terjadi perubahan dan koreksi atau muncul ide yang lebih baik di tengah-tengah perjalanan proyek.

Efisiensi waktu

Perbedaan karakteristik proses dari kedua desain instruksional ini akan dijabarkan ke beberapa karakteristik turunan agar kita lebih memahami perbedaan keduanya, yaitu pada karakteristik efisiensi waktu. Karena prosesnya yang bersifat linear dan membutuhkan penyempurnaan di setiap fase menyebabkan perjalanan model ADDIE menjadi lebih lambat dan berkepanjangan. Sedangkan model SAM berpotensi lebih gesit atau cepat karena konstruksi ide dibangun sejak awal dengan proses yang berulang. Selain itu model SAM ini memungkinkan beberapa langkah dilakukan secara bersamaan sehingga pada pelaksanaannya dapat dilakukan dengan lebih cepat.

Fleksibilitas

Dari karakteristik fleksibilitas, model ADDIE akan berpindah dari satu fase ke fase berikutnya apabila dirasa produk sudah sempurna pada masing-masing fase yang telah disepakati oleh beberapa komponen pemangku kepentingan. Sehingga apabila terjadi kesalahan akan sulit untuk kembali pada proses sebelumnya atau bahkan harus mengulangi semuanya dari awal. Sedangkan model SAM bersifat lebih fleksibel karena evaluasi dilakukan secara berkelanjutan. Sehingga apabila ditemukan kesalahan dapat segera dilakukan perbaikan dan dapat saja mundur ke step atau fase sebelumnya dan tidak perlu mengulangi semuanya dari awal.

Kebutuhan dan kolaborasi tim

Selanjutnya perbedaan pada karakteristik kebutuhan dan kolaborasi tim. Dalam model ADDIE proses komunikasi lebih banyak terjadi pada akhir setiap fase. Sehingga bisa saja subject matter expert atau client tidak sepenuhnya paham mengenai isi dari produk yang sedang dibangun. Sedangkan dalam model SAM kolaborasi benar-benar dilakukan dan dibangun sejak awal terutama melalui proses brainstorming, sketching, dan prototyping pada step-step sejak awal yang diistilahkan dengan SAVVY Start (Allen, 2007: 110; Rimmer, 2016). Jika pengembangan dalam fokus pembelajaran di sekolah, maka kolaborasi SAM harus terjadi antara instructional designer (bisa Pengembang Teknologi Pembelajaran), Pengawas Sekolah, Kepala Sekolah, guru (fasilitator), dan bahkan siswa (Wintarti, dkk., 2019).

Proses kolaborasi antar semua pemangku kepentingan ini juga tetap dijaga dan dilakukan sepanjang perjalanan proyek pada setiap step dan fase yang dilakukan sehingga model ini lebih terbuka dan diketahui oleh semua pihak. Namun konsekuensi akan hal ini adalah bahwa dibutuhkan teamwork yang benar-benar solid dan komunikasi yang baik antar semua komponen team.

Sistim evaluasi

Model ADDIE membutuhkan proses evaluasi di setiap fase namun hanya bersifat sumatif dan biasanya akan bersifat final ketika ingin melanjutkan ke fase berikutnya. Sedangkan dalam model SAM evaluasi lebih bersifat kolaboratif dan memungkinkan masukan yang bersifat konstruktif dari semua anggota tim. Evaluasi yang dilakukan juga bersifat berkelanjutan pada semua step yang dilakukan secara cepat dan fleksibel. 

 

Beberapa Kritik Michael Allen Terhadap ADDIE

Michale Allen mengembangkan model SAM ini berdasarkan beberapa kritik atas kelemahan dari model ADDIE. Menurut Allen (2007: xvi) desain instruksional yang baik harus memiliki dua faktor utama yaitu; (1) mengandung unsur CCAF (Context, Challenge, Activity, dan Feedback) dan pembelajaran harus bermakna (meaningful), mudah diingat (memorable), dan memotivasi (motivational).

Pembelajaran perlu adanya beberapa pengalaman belajar yang disebut CCAF yang terdiri dari Context (konteks) di mana siswa/pebelajar harus ditempatkan dalam pembelajaran yang bersifat kontekstual dengan permasalahan yang dihadapi oleh siswa. Challenge (tantangan),  untuk menjaga agar pelajar tetap fokus pada hasil belajar yang kita laksanakan. Kemudian Activity (aktifitas), pelajar harus melakukan sesuatu ketika belajar. Aktivitas pembelajaran ini harus dibuat semirip mungkin dengan kemungkinan apa yang dilakukan pada kehidupan nyata. Terakhir adalah Feedback (imbal balik) sebagai konsekuensi dari pilihan dan tindakan apakah pembelajaran sudah baik atau belum dan apakah pembelajaran telah mencapai hasil dan berguna bagi pebelajar.

Allen  menginginkan agar pengalaman belajar CCAF ini terkoneksi dengan baik terhadap pelajar. Kemudian dapat memberdayakan pebelajar untuk melakukan sesuatu dengan benar sehingga mereka dapat melihat konsekuensi dari hal tersebut. CCAF ini juga perlu diatur menjadi sebuah tampilan pembelajaran yang mudah dipahami siswa sehingga mereka tahu apa yang mereka ketahui untuk menciptakan sebuah proses perkembangan diri setiap siswa. Michael Allen melihat bahwa model ADDIE tidak terfokus pada pengalaman belajar seperti itu. Menurut Michael Allen, ADDIE lebih fokus pada konten meskipun menurutnya konten dapat menjadi solusi namun bukanlah keharusan menjadikannya sebuah fokus. Michael Allen juga berpendapat bahwa model ADDIE cukup menyulitkan karena mengharuskan menyelesaikan suatu proses sebelum mengerjakan proses yang lain, hal ini dapat menghambat waktu. 

Kritik Allen terhadap ADDIE lainnya adalah terkait kolaborasi. Menurut Allen, ADDIE kurang memperhatikan dan memfasilitasi aspek koneksifitas dan kolaborasi. Misalkan kolaborasi antar tim, koneksi dengan klien, dan setiap orang yang berkepentingan untuk memastikan bahwa proyek berjalan dengan baik.

Micahel Allen juga mengkritisi kesulitan untuk melakukan perubahan atau pun koreksi di tengah-tengah proses dalam model ADDIE. Menurut Allen, kadang ide terbaik sering datang terlambat dan bisa saja muncul di tengah-tengah perjalanan. ADDIE yang sifatnya harus final di setiap tahap tentu akan sulit jika harus mundur kembali ke tahap sebelumnya untuk melakukan perbaikan atau penambahan.

Berdasarkan beberapa perbedaan tersebut maka dapat kita simpulkan beberapa kelebihan dari model pengembangan desain instruksional SAM (Neibert, 2012) yaitu;

1.    Time effectivity and efficiency. Model SAM memungkinkan untuk mendesain instruksional yang efektif dan efisien secara gesit dan cepat. 

2.   Colaborative. Model SAM juga memungkinkan dilakukan secara kolaboratif bersama tim yang cukup besar untuk mengembangkan ide dan menarik pengetahuan dari rekan antar tim.

3.   Iterative. Sifatnya yang iteratif yaitu menggunakan pendekatan iteratif sejak awal sampai akhir sambil terus menganalisis dan menyempurnakan pekerjaan saat sedang diproduksi. Pendekatan iteratif ini terdiri dari proses creation, feedback, implementation, tracking, discovery yang terjadi secara berulang dan terus-menerus.

4.  The Process Must Be Manageable. Kelebihan yang lain adalah struktur proses desain yang menyeluruh. Kedelapan langkah yang terbagi ke dalam tiga fase iteratif model SAM (fase persiapan, fase desain, dan fase pengembangan) menyediakan kerangka menyeluruh sebagai sebuah struktur proses desain. 

5.      Sifat SAM yang fleksibel. Prosesnya yang bersifat rekursif dan iteratif sehingga perjalanan proyek menjadi lebih fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi. 

6.    Kelebihan yang terakhir adalah evaluasi yang bersifat kolaboratif dan berkelanjutan. Pernyataan evaluasi secara kolaboratif sejak awal proses akan menghasilkan instruksional yang lebih efektif.

 

Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa Model SAM lebih memiliki keunggulan daripada model ADDIE. Hal ini menjadi suatu kewajaran karena Michael Allen mengembangkan SAM bertolak dari kritik konstruktifnya terhadap model ADDIE. Dengan kata lain SAM merupakan antitesis daripada ADDIE. Sebagai antitetis tentu akan menunjukkan aspek-aspek penyempurnaan daripada tesis.

Akan tetapi, meninggalkan ADDIE tentu bukan suatu hal yang bijak mengingat faktor “usia” ADDIE yang matang dan telah teruji dalam memproduksi beragam desain instruktisional perlu menjadi pertimbangan secara cermat jika dibanding “usia” SAM yang masih seumur jagung.

 

Daftar Pustaka

Allen, Michael (2007). Designing Successful e-Learning; Forget What You Know About Instructional Design and Do Something Interesting. San Francisco: Pfeiffer

Payne, D.L. (2016). Mapping SAM to ADDIE. California State University

Jung H., Kim Y. R., Lee H. and Shin Y. (2019). Advanced instructional design for successive E-learning: Based on the successive approximation model (SAM). Int. J. E-Learning Corp. Gov. Heal. High. Educ.18(2); 191-204

Wintarti, A., Abadi, Fardah, D.K. (2019). The Instructional Design of Blended Learning on Differential Calculus Using Successive Approximation Model. Journal of Physics: Conference Series. doi:10.1088/1742-6596/1417/1/012064

Rimmer, Trina (2016). An Introduction to SAM for Instructional Designers. https://community.articulate.com/articles/an-introduction-to-sam-for-instructional-designers

Neibert, Jennifer (2012). Book Review: Leaving ADDIE for SAM, by Michael Allen with Richard Sites. https://learningsolutionsmag.com/articles/1012/book-review-leaving-addie-for-sam-by-michael-allen-with-richard-sites

1 komentar:

  1. bang......bolehkah saya buat versi video pembelajaran atas tulisan yang abang buat ini?

    BalasHapus

Berkomentarlah dengan menggunakan bahasa yang santun dan bijak