Jumat, 18 Juni 2021

ANAK KIJANG DI KOTA BUAYA; Bagian Kesatu - Bintan; Bumi “Segantang Lada”

 Namaku Wahsun, aku lahir pada tanggal sebelas bulan Juni tahun seribu sembilan ratus tujuh puluh sembilan di sebuah pulau terbesar diantara gugusan pulau-pulau kecil di Kepulauan Riau. Pulau Bintan itulah namanya. Pulau yang kental dengan adat istiadat asli nusantara, pulau yang bahasa ibu-nya menjadi pondasi bahasa nasional rakyat Indonesia. Yaaa….inilah pulau Bintan, tanah bertuah tempat Hang Tuah berguru menuntut ilmu, bumi pujangga, bumi gurindam, bumi romantis dimana seorang sultan menghadiahkan sebuah pulau untuk permaisurinya yang terkenal dengan pulau Penyengat, bumi segantang lada……tanah Melayu…!!!
Kabupaten Bintan sebelumnya merupakan Kabupaten Kepulauan Riau. Kabupaten Kepulauan Riau (berikutnya akan saya tuliskan dengan singkatan “Kepri”) telah dikenal beberapa abad yang silam tidak hanya di nusantara tetapi juga di manca negara. Wilayahnya mempunyai ciri khas terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang tersebar di Laut Cina Selatan, karena itulah julukan kepulauan “Segantang Lada” sangat tepat untuk menggambarkan betapa banyaknya pulau-pulau yang ada di Kepri ini.
“Segantang lada” tidak hanya menggambarkan banyaknya pulau-pulau di Kepri tetapi juga menggambarkan kondisi multi etnis, multi budaya dan multi agama di pulau ini. Pulau kecil yang harmonis dimana berkumpul ragam suku seperti Melayu sebagai suku asli Kepri, Bugis yang menjadi bagian historis yang tidak bisa dipisahkan dari sejarah Kepri, Batak, Buton, Jawa, Bawean, Madura, Mandar, Cina, dan suku-suku lainnya. Kesemua suku membawa dan memperkenalkan budaya dan adat istiadat sukunya masing-masing tanpa pernah terjadi “gesekan” apalagi perang antar suku. Enam agama yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Kong Hu Cu, dan Aliran Kepercayaan pemeluknya bebas menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing tanpa pernah terjadi konflik agama/kepercayaan. Pada masa kelam tahun 1998 saat di Jakarta terjadi penjarahan dan pelecehan terhadap etnis Cina, di Kepri etnis Cina masih bisa ngopi satu meja dengan etnis lain. Kok bisa??? yaa….karena ada suatu budaya di Kepri yaitu “semua bisa diselesaikan di kedai kopi dan sambil nyeruput secangkir kopi tentunya”. Karena kedai kopi jugalah penjualan koran tidak pernah laku karena di kedai kopilah pusat penyebaran informasi (entahlah kalau sekarang…..!).
Untuk lebih mengenalkan Bintan, akan saya tulis ulang alias copas sejarah Kabupaten Bintan yang saya ambil dari website resmi Pemerintah Kabupaten Bintan di https://bintankab.go.id/sejarah.
Pada kurun waktu 1722-1911, terdapat dua Kerajaan Melayu yang berkuasa dan berdaulat yaitu Kerajaan Riau Lingga yang pusat kerajaannya di Daik dan Kerajaan Melayu Riau di Pulau Bintan.
Jauh sebelum ditandatanganinya Treaty of London, kedua Kerajaan Melayu tersebut dilebur menjadi satu sehingga menjadi semakin kuat. Wilayah kekuasaannya pun tidak hanya terbatas di Kepulauan Riau saja, tetapi telah meliputi daerah Johor dan Malaka (Malaysia), Singapura dan sebagian kecil wilayah Indragiri Hilir. Pusat kerajaannya terletak di Pulau Penyengat dan menjadi terkenal di Nusantara dan kawasan Semenanjung Malaka.
Setelah Sultan Riau meninggal pada tahun 1911, Pemerintah Hindia Belanda menempatkan amir-amirnya sebagai Districh Thoarden untuk daerah yang besar dan Onder Districh Thoarden untuk daerah yang agak kecil.
Pemerintah Hindia Belanda akhirnya menyatukan wilayah Riau Lingga dengan Indragiri untuk dijadikan sebuah keresidenan yang dibagi menjadi dua Afdelling yaitu;
1.        Afdelling Tanjungpinang yang meliputi Kepulauan Riau–Lingga, Indragiri Hilir dan Kateman yang berkedudukan di Tanjungpinang dan sebagai penguasa ditunjuk seorang Residen.
2.        Afdelling Indragiri yang berkedudukan di Rengat dan diperintah oleh Asisten Residen (dibawah) perintah Residen. Pada 1940 Keresidenan ini dijadikan Residente Riau dengan dicantumkan Afdelling Bengkalis (Sumatera Timur) dan sebelum tahun 1945–1949 berdasarkan Besluit Gubernur General Hindia Belanda tanggal 17 Juli 1947 No. 9 dibentuk daerah Zelf Bestur (daerah Riau).
            Berdasarkan surat Keputusan delegasi Republik Indonesia, Provinsi Sumatera Tengah tanggal 18 Mei 1950 No.9/Deprt. menggabungkan diri ke dalam Republik Indonesia dan Kepulauan Riau diberi status daerah Otonom Tingkat II yang dikepalai oleh Bupati sebagai kepala daerah dengan membawahi empat kewedanan sebagai berikut:
1.    Kewedanan Tanjungpinang meliputi wilayah kecamatan Bintan Selatan (termasuk kecamatan Bintan Timur, Galang, Tanjungpinang Barat dan Tanjungpinang Timur sekarang).
2.    Kewedanan Karimun meliputi wila-yah Kecamatan Karimun, Kundur dan Moro.
3.    Kewedanan Lingga meliputi wilayah Kecamatan Lingga, Singkep dan Senayang.
4.    Kewedanan Pulau Tujuh meliputi wilayah Kecamatan Jemaja, Siantan, Midai, Serasan, Tambelan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur.
Kemudian berdasarkan Surat Keputusan No. 26/K/1965 dengan mem-pedomani Instruksi Gubernur Riau tanggal 10 Februari 1964 No. 524/A/1964 dan Instruksi No. 16/V/1964 dan Surat Keputusan Gubernur Riau tanggal 9 Agustus 1964 No. UP/ 247/5/1965, tanggal 15 Nopember 1965 No. UP/256 /5/1965 menetapkan terhitung mulai 1 Januari 1966 semua daerah Administratif kewedanaan dalam Kabupaten Kepulauan Riau di hapuskan.
Pada tahun 1983, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 1983, telah dibentuk Kota Administratif Tanjungpinang yang membawahi 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Tanjungpinang Barat dan Kecamatan Tanjungpinang Timur, dan pada tahun yang sama sesuai dengan peraturan pemerintah No. 34 tahun 1983 telah pula dibentuk Kotamadya Batam. Dengan adanya pengembangan wilayah tersebut, maka Batam tidak lagi menjadi bagian Kabupaten Kepulauan Riau.
Berdasarkan Undang-Undang No. 53 tahun 1999 dan UU No. 13 tahun 2000, Kabupaten Kepulauan Riau dimekarkan menjadi 3 kabupaten yang terdiri dari: Kabupaten Kepulauan Riau, Kabupaten Karimun dan Kabupaten Natuna. Wilayah kabupaten Kepulauan Riau hanya meliputi 9 kecamatan, yaitu : Singkep, Lingga, Senayang, Teluk Bintan, Bintan Utara, Bintan Timur, Tambelan, Tanjungpinang Barat dan Tanjungpinang Timur. Kecamatan Teluk Bintan merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Galang. Sebahagian wilayah Galang dicakup oleh Kota Batam. Kecamatan Teluk Bintan terdiri dari 5 desa yaitu Pangkil, Pengujan, Penaga, Tembeling dan Bintan Buyu.
Kemudian dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 5 tahun 2001, Kota Administratif Tanjungpinang berubah menjadi Kota Tanjungpinang yang statusnya sama dengan kabupaten. Sejalan dengan perubahan administrasi wilayah pada akhir tahun 2003, maka dilakukan pemekaran kecamatan yaitu Kecamatan Bintan Utara menjadi Kecamatan Teluk Sebong dan Bintan Utara. Kecamatan Lingga menjadi Kecamatan Lingga Utara dan Lingga. Pada akhir tahun 2003 dibentuk Kabupaten Lingga sesuai dengan UU No. 31/2003, maka dengan demikian wilayah Kabupaten Kepulauan Riau meliputi enam Kecamatan yaitu Bintan Utara, Bintan Timur, Teluk Bintan, Gunung Kijang, Teluk Sebong dan Tambelan. Dan berdasarkan PP No. 5 Tahun 2006 tanggal 23 Februari 2006, Kabupaten Kepulauan Riau berubah nama menjadi Kabupaten Bintan. 
Begitulah sekilas tentang Bintan si “Bumi Segantang Lada”, bumi bertuah penuh berkah dengan motto “Tak Berganjak; Berat Sama Dipikul, Ringan Sama Dijinjing” yang bermakna mengandung makna kebesaran jiwa, kemuliaan dan semangat yang tak tergoyahkan serta semangat kebersamaan untuk membangun.
 
Surabaya, Padukuhan Pakis Wetan, 18 Juni 2021; 16:45 WIB
 

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan menggunakan bahasa yang santun dan bijak