Namaku Wahsun, aku lahir pada tanggal
sebelas bulan Juni tahun seribu sembilan ratus tujuh puluh sembilan di sebuah
pulau terbesar diantara gugusan pulau-pulau kecil di Kepulauan Riau. Pulau
Bintan itulah namanya. Pulau yang kental dengan adat istiadat asli nusantara,
pulau yang bahasa ibu-nya menjadi pondasi bahasa nasional rakyat Indonesia.
Yaaa….inilah pulau Bintan, tanah bertuah tempat Hang Tuah berguru menuntut ilmu,
bumi pujangga, bumi gurindam, bumi romantis dimana seorang sultan menghadiahkan
sebuah pulau untuk permaisurinya yang terkenal dengan pulau Penyengat, bumi
segantang lada……tanah Melayu…!!!
Kabupaten Bintan sebelumnya merupakan
Kabupaten Kepulauan Riau. Kabupaten Kepulauan Riau (berikutnya akan saya
tuliskan dengan singkatan “Kepri”) telah dikenal beberapa abad yang silam tidak
hanya di nusantara tetapi juga di manca negara. Wilayahnya mempunyai ciri khas
terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang tersebar di Laut Cina Selatan,
karena itulah julukan kepulauan “Segantang Lada” sangat tepat untuk
menggambarkan betapa banyaknya pulau-pulau yang ada di Kepri ini.
“Segantang lada” tidak hanya
menggambarkan banyaknya pulau-pulau di Kepri tetapi juga menggambarkan kondisi
multi etnis, multi budaya dan multi agama di pulau ini. Pulau kecil yang
harmonis dimana berkumpul ragam suku seperti Melayu sebagai suku asli Kepri, Bugis
yang menjadi bagian historis yang tidak bisa dipisahkan dari sejarah Kepri, Batak,
Buton, Jawa, Bawean, Madura, Mandar, Cina, dan suku-suku lainnya. Kesemua suku
membawa dan memperkenalkan budaya dan adat istiadat sukunya masing-masing tanpa
pernah terjadi “gesekan” apalagi perang antar suku. Enam agama yaitu Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Kong Hu Cu, dan Aliran Kepercayaan pemeluknya
bebas menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing tanpa pernah terjadi
konflik agama/kepercayaan. Pada masa kelam tahun 1998 saat di Jakarta terjadi
penjarahan dan pelecehan terhadap etnis Cina, di Kepri etnis Cina masih bisa
ngopi satu meja dengan etnis lain. Kok bisa??? yaa….karena ada suatu budaya di
Kepri yaitu “semua bisa diselesaikan di kedai kopi dan sambil nyeruput
secangkir kopi tentunya”. Karena kedai kopi jugalah penjualan koran tidak
pernah laku karena di kedai kopilah pusat penyebaran informasi (entahlah kalau
sekarang…..!).
Untuk lebih mengenalkan Bintan, akan
saya tulis ulang alias copas sejarah Kabupaten Bintan yang saya ambil
dari website resmi Pemerintah Kabupaten Bintan di https://bintankab.go.id/sejarah.
Pada kurun waktu 1722-1911, terdapat
dua Kerajaan Melayu yang berkuasa dan berdaulat yaitu Kerajaan Riau Lingga yang
pusat kerajaannya di Daik dan Kerajaan Melayu Riau di Pulau Bintan.
Jauh sebelum ditandatanganinya Treaty
of London, kedua Kerajaan Melayu tersebut dilebur menjadi satu sehingga
menjadi semakin kuat. Wilayah kekuasaannya pun tidak hanya terbatas di
Kepulauan Riau saja, tetapi telah meliputi daerah Johor dan Malaka (Malaysia),
Singapura dan sebagian kecil wilayah Indragiri Hilir. Pusat kerajaannya
terletak di Pulau Penyengat dan menjadi terkenal di Nusantara dan kawasan
Semenanjung Malaka.
Setelah Sultan Riau meninggal pada
tahun 1911, Pemerintah Hindia Belanda menempatkan amir-amirnya sebagai Districh
Thoarden untuk daerah yang besar dan Onder Districh Thoarden untuk
daerah yang agak kecil.
Pemerintah Hindia Belanda akhirnya
menyatukan wilayah Riau Lingga dengan Indragiri untuk dijadikan sebuah
keresidenan yang dibagi menjadi dua Afdelling yaitu;
1.
Afdelling
Tanjungpinang yang meliputi Kepulauan Riau–Lingga, Indragiri Hilir dan Kateman
yang berkedudukan di Tanjungpinang dan sebagai penguasa ditunjuk seorang Residen.
2.
Afdelling
Indragiri yang berkedudukan di Rengat dan diperintah oleh Asisten Residen
(dibawah) perintah Residen. Pada 1940 Keresidenan ini dijadikan Residente Riau
dengan dicantumkan Afdelling Bengkalis (Sumatera Timur) dan sebelum
tahun 1945–1949 berdasarkan Besluit Gubernur General Hindia Belanda tanggal 17
Juli 1947 No. 9 dibentuk daerah Zelf Bestur (daerah Riau).
Berdasarkan
surat Keputusan delegasi Republik Indonesia, Provinsi Sumatera Tengah tanggal
18 Mei 1950 No.9/Deprt. menggabungkan diri ke dalam Republik Indonesia dan
Kepulauan Riau diberi status daerah Otonom Tingkat II yang dikepalai oleh
Bupati sebagai kepala daerah dengan membawahi empat kewedanan sebagai berikut:
1. Kewedanan
Tanjungpinang meliputi wilayah kecamatan Bintan Selatan (termasuk kecamatan
Bintan Timur, Galang, Tanjungpinang Barat dan Tanjungpinang Timur sekarang).
2. Kewedanan
Karimun meliputi wila-yah Kecamatan Karimun, Kundur dan Moro.
3. Kewedanan
Lingga meliputi wilayah Kecamatan Lingga, Singkep dan Senayang.
4. Kewedanan
Pulau Tujuh meliputi wilayah Kecamatan Jemaja, Siantan, Midai, Serasan,
Tambelan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur.
Kemudian berdasarkan Surat Keputusan
No. 26/K/1965 dengan mem-pedomani Instruksi Gubernur Riau tanggal 10 Februari
1964 No. 524/A/1964 dan Instruksi No. 16/V/1964 dan Surat Keputusan Gubernur
Riau tanggal 9 Agustus 1964 No. UP/ 247/5/1965, tanggal 15 Nopember 1965 No.
UP/256 /5/1965 menetapkan terhitung mulai 1 Januari 1966 semua daerah
Administratif kewedanaan dalam Kabupaten Kepulauan Riau di hapuskan.
Pada tahun 1983, sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 1983, telah dibentuk Kota Administratif
Tanjungpinang yang membawahi 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Tanjungpinang
Barat dan Kecamatan Tanjungpinang Timur, dan pada tahun yang sama sesuai dengan
peraturan pemerintah No. 34 tahun 1983 telah pula dibentuk Kotamadya Batam. Dengan
adanya pengembangan wilayah tersebut, maka Batam tidak lagi menjadi bagian
Kabupaten Kepulauan Riau.
Berdasarkan Undang-Undang No. 53
tahun 1999 dan UU No. 13 tahun 2000, Kabupaten Kepulauan Riau dimekarkan
menjadi 3 kabupaten yang terdiri dari: Kabupaten Kepulauan Riau, Kabupaten
Karimun dan Kabupaten Natuna. Wilayah kabupaten Kepulauan Riau hanya meliputi 9
kecamatan, yaitu : Singkep, Lingga, Senayang, Teluk Bintan, Bintan Utara,
Bintan Timur, Tambelan, Tanjungpinang Barat dan Tanjungpinang Timur. Kecamatan
Teluk Bintan merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Galang. Sebahagian
wilayah Galang dicakup oleh Kota Batam. Kecamatan Teluk Bintan terdiri dari 5 desa
yaitu Pangkil, Pengujan, Penaga, Tembeling dan Bintan Buyu.
Kemudian dengan dikeluarkannya
Undang-Undang No. 5 tahun 2001, Kota Administratif Tanjungpinang berubah
menjadi Kota Tanjungpinang yang statusnya sama dengan kabupaten. Sejalan dengan
perubahan administrasi wilayah pada akhir tahun 2003, maka dilakukan pemekaran
kecamatan yaitu Kecamatan Bintan Utara menjadi Kecamatan Teluk Sebong dan
Bintan Utara. Kecamatan Lingga menjadi Kecamatan Lingga Utara dan Lingga. Pada
akhir tahun 2003 dibentuk Kabupaten Lingga sesuai dengan UU No. 31/2003, maka
dengan demikian wilayah Kabupaten Kepulauan Riau meliputi enam Kecamatan yaitu
Bintan Utara, Bintan Timur, Teluk Bintan, Gunung Kijang, Teluk Sebong dan
Tambelan. Dan berdasarkan PP No. 5 Tahun 2006 tanggal 23 Februari 2006,
Kabupaten Kepulauan Riau berubah nama menjadi Kabupaten Bintan.
Begitulah sekilas
tentang Bintan si “Bumi Segantang Lada”, bumi bertuah penuh berkah dengan motto
“Tak Berganjak; Berat Sama Dipikul, Ringan Sama Dijinjing” yang bermakna
mengandung makna kebesaran jiwa, kemuliaan dan semangat yang tak tergoyahkan
serta semangat kebersamaan untuk membangun.
Surabaya, Padukuhan Pakis Wetan, 18 Juni 2021; 16:45 WIB
0 komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan menggunakan bahasa yang santun dan bijak