Sabtu, 27 April 2024

KISAH SEORANG WALI DAN SEORANG PREMAN PASAR

 

Di suatu daerah terkenallah seorang wali agung. Setiap hari pondok pesantren sang wali selalu ramai dikunjungi orang dengan segala keperluan. Ada yang ingin meminta berkah doa atas segala hajat, bahkan ada yang sekedar ingin melihat wajah sang wali agung.

Mbah Wali, begitu orang-orang sering memanggilnya meskipun usia sang wali belumlah terlalu tua sekisaran separuh baya. Tetapi karena kewibawaannya maka orang-orang memanggilnya dengan embel-embel gelar mbah. Selaiknya gelar kyai, pemberian gelar mbah juga lumrah berlaku di bumi Nusantara khususnya di tanah Jawa untuk disematkan kepada orang-orang yang selain tua secara usia tetapi orang-orang yang belum tua tetapi dianggap mempunyai suatu kelebihan tertentu (ilmu linuwih/ilmu kanuragan).

Urusan doa, ke-mustajabahan doa sang wali tidak perlu diragukan lagi. “minggu lalu si Aripin meminta doa kepada mbah wali supaya anak gadis semata wayangnya segera mendapat jodoh. Esok hari hajatnya terkabul, anak gadisnya di lamar juragan Marto” ujar kang Said kepada rekan-rekan ngopinya di warkop bu Timbul. “betul, ingat tidak musim kemarau panjang tahun lalu. Sudah puluhan kyai kita datangi untuk kita mintakan doa agar segera hujan tapi hujan tak kunjung turun. Tapi saat kita ke mbah wali, belum beliau menurunkan tangan saat berdoa mendung tiba-tiba muncul dan hujan pun turun” balas kang Maman. Rupanya bu Timbul tertarik juga untuk menimpali. “pernah lho, mbak-mbak seng omahe pas enggok-enggokan kuwi, sowan mbah wali. Dekne jaluk laris”…. ”jaluk laris piye bu” potong kang Maman. “halaaaah….kowe-kowe pasti wes ngerti lah maksudnya” bu Timbul meneruskan bicaranya.

Saat orang-orang di warkop sedang asyik mengobrol, masuklah Markuwat dengan senyum kecut yang semakin menambah “tampan” (baca; dingin) wajah sangarnya. Sontak orang-orang di warung pun terdiam. Bahkan kang Maman yang sedang memegang cangkir kopi mendadak tangannya gemetar saking takutnya dengan sosok Markuwat.

Markuwat adalah seorang gali (preman/bromocorah) pasar yang terkenal sadis dan kejam. Nama asli dan lengkap yang diberikan oleh orang tuanya adalah Muhammad Markuwat. Orang tuanya menyematkan nama Muhammad dengan harapan saat dewasa Markuwat menjadi orang terpuji yang dihormati masyarakat. Tetapi karena salah lingkungan pergaulan sejak kecil Markuwat justru tumbuh menjadi sosok sebaliknya. Markuwat sudah langganan keluar masuk penjara untuk jenis kejahatan beragam mulai dari mencuri, membegal, menyiksa, menteror, narkoba. Mabuk disembarang tempat. Bahkan Markuwat pernah membunuh juragan Jufri seorang turunan Arab Yaman yang terkenal pelit kedekut karena perselisihan masalah hutang piutang. Selain kebiasaannya keluar masuk penjara, Markuwat juga terkenal mempunyai ajian ilmu-ilmu kejadugan (ilmu kanuragan) seperti ajian cor wojo untuk kebal segala jenis senjata, ajian halimun petak untuk menghilang dari pandangan, dan ajian welut putih untuk memudahkan meloloskan diri saat tertangkap aparat. Ajiannya yang paling mumpuni adalah pring apus suatu jenis ilmu pamungkas dimana pemilik ajian ini akan punya kemampuan untuk gampang ngapusi atau menipu orang lain.

“Kayak biasanya bu” ucap Markuwat kepada bu Timbul. “ok” jawab bu Timbul. “kok suwe ora ketok? (kok lama tidak kelihatan?)” tanya bu Timbul. Markuwat hanya menjawab dengan tersenyum kecil dan masam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Sebenarnya orang-orang di warkop sudah paham jawaban dari Markuwat tersebut karena mereka sudah tahu kalu sudah beberapa bulan dia nginap di dalam penjara.

”tadi malam aku mimpi ada orang tinggi besar dan ganteng yang tiba-tiba menuangkan sekarung tepung putih ke badanku dan langsung membawaku terbang tinggi ke langit. Saat di langit kulihat ada orang di bawah yang sedang berkubang di lumpur sehingga kelihatan hitam kotor seluruh badannya” tiba-tiba Markuwat berseloroh menceritakan pengalaman mimpinya. Orang-orang di warkop yang sedari tadi diam kecut mendadak saling toleh karena kaget tiba-tiba mendengar cerita Markuwat. “mungkin sampean bisa sowan ke mbah wali untuk menanyakan arti mimpimu” timpal Kang Said. “hhhmmmmm…..aku ini bromocorah, apa pantas untuk bertemu dengan seorang wali” Markuwat menanggapi. Warkop tiba-tiba hening kembali, tidak ada lagi seorangpun yang berani menanggapi jawaban Markuwat. Tetapi disaat keheningan tersebut, Allah dengan sifat al-Lathif-nya menghembuskan “angin” hidayah kedalam hati Markuwat yang menyebabkan Markuwat tiba-tiba merasa hatinya terasa damai, tenang, adem yang membuatnya bingung dan bertanya-tanya didalam hati “ada apa ini, perasaan apa ini, apa yang sedang terjadi????”. “apakah memang benar aku harus bertemu dengan mbah wali?” bisik Markuwat didalam hatinya.

Sementara itu di ndalem mbah wali.

“mik…..abah mau ke pasar dulu” ujar mbah wali kepada istrinya. “ngapain abah repot-repot ke pasar, kalau butuh sesuatu bisa merintahkan santri” jawan istri mbah wali. “ke pasar itu juga salah satu sunnah Nabi mik. Dulu Rasulullah juga sering ke pasar” timpal mbah wali. “baiklah bah, kalau begitu umik sekalian titip belikan beras, ikan bandeng, ayam kampung potong, sayur bayam dua ikat, bawang merah, cabe rawit, ketumbar, merica, minyak goreng, sabun mandi, sabun cuci piring, shampoo, sekalian skincare” balas istri mbah wali. “waduuuuuuuuhhhhhh…….” Respon mbah wali atas permintaan istrinya sambil tertawa dam menepuk jidad dengan telapak tangannya. Berangkatlah mbah wali ke pasar dengan ditemani oleh seorang santrinya.

Singkat cerita, sampailah mbah wali di jalan setapak yang sepi. Karena masih pagi dan kondisi cuaca yang berkabut, lamat-lamat dari kejauhan terlihat sesosok orang yang berjalan berlawanan arah dengan mbah wali dan santrinya. Setelah semakin dekat terlihatlah sosok yang berjalan tadi adalah Markuwat sang bromocorah.

“ya Allah…itu mbah wali. Aku harus bagaimana ini? Haruskah aku yang kotor dan hina ini menyapa, bersalaman menyentuh tangan orang suci itu?” Ujar Markuwat dalam hati.

“ya Allah…itu Markuwat, kenapa sepagi ini aku harus bertemu dengan orang sehina itu? Jangan-jangan dia akan membegalku” Bersit hati mbah wali.

“jangan……janganlah aku menyapanya….ah tidak, aku harus menyapanya karena tujuanku memang untuk sowan kepadanya” bisik hati Markuwat.

“jangan sampai orang kotor itu menyapaku” bisik hati mbah wali.

Jarakpun semakin dekat antara keduanya. Setelah keduanya berpapasan, dalam hitungan sepersekian detik keduanya saling berpaling membuang muka. “jangan wahai Markuwat, engkau orang kotor janganlah engkau mengotori tangan mbah wali, palingkanlah wajahmu…janganlah engkau yang hina memandang wajah seorang yang suci” bisik hati Markuwat. “cih…..gak sudi aku melihatmu wahai manusia durjana” hina mbah wali dalam hati sambil memalingkan mukanya.

Tanpa disadari oleh keduanya, saat itu jugalah Allah SubahanaHu wata’ala dengan sifat ke Maha Kuasa serta kehendaknya memindahkan maqom kewalian mbah wali kepada Markuwat. Semua terjadi begitu cepat. Kalau Allah sudah berkehendak tidak ada sesuatupun yang dapat menghalangi. Allah mengampuni dan mengangkat derajat Markuwat atas sifat khusnul dzon-nya. Allah juga menjatuhkan derajat mbah wali atas sifat sombong dan suul dzon-nya. Tiba-tiba keduanya terjatuh tersungkur dampak merasakan keagungan Tuhannya. Yang satu tersungkur atas karunia dan yang satu tersungkur atas musibah.

Tetapi yang tidak diketahui oleh mereka, disebalik pohon asam kawak dipinggir jalan ada seseorang gila berambut gimbal tak terusus, badan berdebu, tak berbaju hanya bercelana komprang warna wulung compang-camping yang sedang bersembunyi dan dengan kasyaf-nya menyaksikan prosesi kejadian tersebut sambil mengelus dada dan berucap……astaghfirullaaaah….subhanallah…..Maha Suci Engkau ya Allah yang dengan mudahnya membolak-balikkan hati mahluk-Mu….Maha Suci engkau ya Allah yang telah dengan mudahnya meninggikan dan merendahkan derajat hamba-hamba-Mu…ya muqollibul quluub tsabbit qolbi ‘ala diinika.

“Lailaaaa…..Lailaaaaa…..Lailaaaaa…..ana uhibbuKa ya Laila….” Terdengar ocehan lelaki misterius tersebut sambil beranjak pergi. Ternyata dia adalah Qois bin Maluh yang terkenal majenun (gila) karena berjumpa dengan Laila.

 

Probolinggo, 16 Syawal 1445H

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan menggunakan bahasa yang santun dan bijak