Senin, 14 November 2022

“SURGA DUNIA” BUATAN MANUSIA BAGI TIKUS

Jika ditanya, apakah ada suatu tempat yang terbebas dari rasa lapar, rasa takut, dan rasa lelah. Tempat yang penuh kenikmatan tanpa ada rasa gundah gulana, tanpa ada rasa permusuhan dan dendam kesumat. Tempat dimana manusia tidak perlu lagi khawatir pada makanan, tempat tinggal, pendidikan, atau pekerjaan, sebab semua yang kita perlukan untuk hidup sudah tersedia kapan saja. Tempat dimana tidak ada lagi para jomblo kesepian yang harus takut tidak bisa menikah. Sebab kenikmatan seks bisa dinikmati kapanpun, dengan siapapun, berapa kalipun, bebas. Ingin memiliki anak atau tidak memiliki anak, bebas. Bahkan, manusia tidak perlu lagi beribadah karena takut pada Tuhan. 

Pasti semua sepakat menjawab “SURGA”. Tapi apa mungkin ada surga dunia??? Pertanyaan inilah yang akan dijawab oleh seorang peneliti bernama Prof. John Calhoun. Melalui penelitiannya, Calhoun mencoba menciptakan “surga dunia” yang diujicobakan pada sekelompok tikus. Penelitian tersebut dimulai sejak tahun 1954 sampai dengan 1972 dan di kemudian hari dikenal dengan nama eksperimen Universe 25. 

Melalui eksperimennya, Coulhon ingin mempelajari apa yang terjadi jika makhluk hidup dikasih suplai makanan dan minuman tanpa batas di ruang tertutup dan ruang yang terbatas yang sudah dikondisikan. Jadi di kandang tersebut makanan dan minuman tinggal ambil dan tidak terbatas. Ada tempat bersarangnya juga dan kandang tersebut dibuat untuk dapat menampung sampai dengan 3000 tikus. Suhu di kandang juga diatur agar tikus-tikus didalamnya dapat terus merasa nyaman dan aman dari predator. Dengan situasi ini kandang tersebut dapatlah jika disebut sebagai “surga tikus”. Bagaimana tidak, di surga” ini para tikus dapat makan minum yang tinggal ambil, tidak lagi beresiko kena perangkap seperti di dunia luar. Dan yang lebih nyaman lagi, di surga tikus pasangan sudah tersedia dan sama sekali tidak ada predator jadi mereka bisa hidup dengan damai. Aktifitasnya ya cuma makan-kawin-tidur-makan-kawin-tidur…..hehehehe. 

Eksperimen dimulai dengan menaruh empat pasang tikus di dalam kandang. Empat jantan dan Empat betina. Sebelum di masukkan kedalam kandang, tikus-tikus sudah dibersihkan sampai steril, agar tidak ada kuman yang menempel di badan tikus. Setelah didalam kandang, tikus-tikus hidup bahagia karena semua kebutuhan tikus sudah terjamin termasuk pemenuhan hasrat berkembang biak. Populasi jumlah tikus semakin hari bertambah dengan cepat. Pergerakan penambahan jumlah tikus bisa dlihat dari grafik berikut.

Dari grafik tersebut terlihat dimana pada awalnya hanya empat pasang tikus bertambah dengan cepat hingga pada hari ke 560 bertambah menjadi 2200 ekor. Akan tetapi setelah sampai 2200 ekor bisa kita lihat populasi mulai kembali turun. Padahal kandang “surga” didesain dapat memuat hingga 3000 ekor tikus. Tetapi ternyata mentoknya di 2200 ekor.  

Calhoun mencatat proses naik turunnya grafik penambahan populasi tikus tersebut dibagi menjadi empat periode. Periode pertama disebut dengan periode penyesuaian diri. Ini terjadi sejak empat pasang tikus dimasukkan kedalam kandang sampai 100 hari kemudian. Di periode ini jumlah populasinya menanjak tapi belum terlalu signifikan. Periode kedua disebut dengan periode eksploitasi dan terjadi di 250 hari setelahnya. Di periode ini, setiap 60 hari jumlah populasi tikus selalu bertambah dua kali lipat. Di periode ini penggunaan sumber makanan dan minuman terpantau tidak merata, ada tempat makan yang ramai dikerumuni tikus tapi ada juga tempat makan yang sepi dari tikus. Padahal tempat makan dan minum sudah dibagi sama rata disetiap sisi kandang. Dan di periode kedua ini, tikus-tikus sudah mulai hidup berkelompok. Mereka kemana-mana selalu bersama kelompoknya dan mereka sama sekali tidak percaya kepada tikus lain diluar kelompoknya (sudah mirip seperti manusia saat ini).  

Di dalam kandang sudah ada beberapa kelompok tikus, ada kelompok tikus good looking (selalu terlihat bersih), ada kelompok tikus jelek, ada kelompok kuat, ada kelompok tikus lemah. Jumlah anggota kelompok juga beragam, ada yang anggotanya banyak dan ada kelompok tikus yang anggotanya sedikit. Inilah kenapa akhirnya tempat makan juga ada yang ramai dan ada yang sepi tergantung kelompok mana yang mendekati dan menguasai tempat makan itu. 

Periode ketiga terjadi di 300 hari berikutnya dan disebut dengan periode equilibrium. Di periode ini John Calhoun menyadari jika pertumbuhan tikus-tikus jadi melambat tidak seperti kedua periode sebelumnya. Menurut Calhoun, ada beberapa penyebabnya seperti ditemukan beberapa perilaku tikus yang tidak wajar. Perilaku kekerasan semakin sering terjadi didalam kandang. Kelompok tikus yang kuat semakin sering menindas kelompok tikus yang lemah. Sudah pasti alasannya bukan karena rebutan makanan karena didalam kandang sudah tersedia makanan yang melimpah. Menurut Calhoun, kemungkinan besar penyebab penyerangan terjadi hanya karena berbeda kelompok saja dan tanpa alasan yang jelas. Alhasil, kelompok tikus yang lemah sering berkumpul tetapi malah sering menyerang sesama tikus bahkan beberapa tikus jadi target rutin “bully” tikus lainnya. Tikus-tikus korban bully bisa dilihat dari banyaknya bekas gigitan di badan dan ekor mereka dan mereka membentuk kelompok sendiri. Dengan kata lain, diantara tikus lemah mencari lagi siapa yang terlemah dan akan dijadikan pelampiasan. 

Selain itu, ada juga kelompok tikus-tikus muda yang yang perilakunya aneh dan perilaku mereka ini tidak ditemukan di orang tua mereka dan tidak ditemui di generasi sebelum mereka. John Calhoun menamakan tikus-tikus muda ini dengan the beautiful ones. Kehidupan kelompok the beautiful ones ini cuma dihabiskan untuk makan, tidur dan merawat diri.  Mereka tidak pernah berinteraksi dengan tikus lain, tidak pernah melakukan aktifitas dewasa, dan bersikap antisosial. Akan tetapi,  meskipun tikus-tikus the beautiful ones ini terlihat cantik, bersih dan sehat, kelompok ini cenderung lebih bodoh dari tikus-tikus lainnya. sudah kebayangkan bagaimana perilaku tikus-tikus tersebut sudah ada kemiripan dengan kelompok-kelompok manusia saat ini!!. 

Periode terakhir (keempat) disebut dengan periode kematian. Di periode ini tikus mulai menuju kepunahan. meskipun kandang didesain dapat nampung sampai lebih dari 3000 ekor tikus tapi ternyata populasinya mentok di 2200 ekor dan mulai menurun. Di periode ini masing-masing tikus mulai tidak peduli dengan tikus tikus lainnya bahkan sudah mulai semakin bersikap antisosial. John Calhoun menyimpulkan kalau tikus-tikus ini tidak bisa berinteraksi berulang-ulang dengan begitu banyak tikus tetapi hanya tikus-tikus itu saja. Bayangkan saja, dalam kandang seukuran tersebut yang isinya 2200 ekor tikus kemungkinan bertemu sesama tikus sangat besar sehingga kekerasan akan semakin meningkat. Karena tikus-tikus yang tua semakin suka main serang akhirnya semakin sedikit tikus muda yang bisa bertahan hidup sampai dewasa.  

Karena antar tikus sudah saling curiga dan suka menyerang, tikus betina menjadi bersikap menjauh jika didekati tikus jantan. Kalaupun ada yang berhasil berkembang biak, biasanya bayi-bayinya akan ditinggal oleh induknya. Alhasil bayi-bayi tikus ini akan mati kelaparan atau mati diserang oleh tikus dewasa. Dan tragisnya, karena tikus betina tidak bisa didekati, akhirnya tikus-tikus jantan banyak yang menjadi pelaku suka sesama jenis. Karena banyak kasus-kasus yang terjadi setelah populasi tikus membludak akhirnya tikus-tikus pun menuju kepunahan. 

Eksperimen tidak hanya dilakukan sekali, tetapi dilakukan beberapa kali. Periode pertama dilakukan pada tahun 1958 - 1962, periode kedua dari tahun 1968 - 1972. Berarti penelitian dilakukan oleh John Calhoun selama delapan tahun eksperimen. Tentu ini bukan waktu eksperimen yang sebentar. Selama delapan tahun, telah ada 25 eksperimen yang dilakukan. Garis besar eksperimennya hampir sama, hanya ada modifikasi sedikit atau jenis tikus yang diganti. Tetapi ending-nya selalu sama tikus-tikus berakhir dengan kepunahan. Akhirnya eksperimen ini diberi nama oleh Calhoun dengan Universe 25 atau the behavioural sink (wastafel perilaku). 

Penamaan wastafel karena perumpamaannya adalah berapun banyaknya air yang dituang ke wastafel pasti semua air akan masuk kedalam lobang sampai habis. Demikian juga dengan Behavioral sink, meskipun dikandang sudah terpenuhi semua kebutuhan tetapi tetap sama berujung pada kepunahan. Berarti kepunahan terjadi bukan karena kebutuhan tapi karena perilaku tikus-tikusnya sendiri yg membuat mereka “masuk lobang kepunahan. 

Setelah hasil dari eksperimen dirilis ke publik, ternyata menjadi kontroversi ada yang mendukung serta berterima kasih tetapi ada juga yang mengecam dan ada juga yang khawatir dan resah. Kelompok masyarakat yang merasa khawatir menganggap bahwa perilaku tikus selama dalam kandang “surga” serupa dengan perilaku manusia. Jadi mereka khawatir nantinya manusia juga akan punah gara-gara perilaku mereka sendiri bukan gara-gara bencana alam, mateor dan sebagainya. 

Sedangkan kelompok masyarakat yang mendukung dan berterima kasih karena dari eksperimen universe 25 dapat dilakukan eksperimen-eksperimen lain dengan tujuannya untuk mencegah manusia agar tidak masuk kedalam wastafel perilaku. Salah satunya adalah adanya penelitian tentang desain kota yang ternyata juga bisa berpengaruh terhadap penurunan perilaku negatif. Ada juga penelitian kesehatan mental yang mengkaji sisi hubungan antar manusia dan lain-lain. Dalam National Institute of Health, Jonathan Freedman seorang ilmuan psikologi menyatakan bahwa eksperimen yang dilakukan oleh John Calhoun mengajarkan bahwa kepadatan tidak hanya tentang jumlah orang tapi juga tentang interaksi derajat sosial.  

Kelompok yang mengecam hasil eksperimen mengatakan bahwa John Calhoun sudah melakukan “playing God atau sudah bermain sebagai Tuhan ke tikus-tikus dengan seolah-olah menciptakan surga dengan memberikan kenikmatan, akan tetapi setelah kondisi berubah menjadi neraka Calhoun justru membiarkan hingga akhirnya tikus-tikus ini punah.  

Meskipun penelitian ini menggunakan binatang, temuan tentang pertumbuhan populasi dan perilaku individu tikus menjadi perbandingan dekat dengan perilaku manusia. Kandang “surga” tikus universe 25 ibaratnya adalah dunia ini yang awalnya penuh dengan kenikmatan. Hanya sepasang manusia yang hidup di dunia ini yaitu Adam dan Hawa. Akhirnya berkembang dan berperilaku seperti perilaku tikus. Saling serang, saling jajah. Semua negara sudah mempunyai sumberdaya alam sendiri tetapi kenapa masih saja menjajah negara lain. Negara yang superpower saling berperang dengan alasan yang tidak jelas. 

Banyak peneliti yakin bahwa manusia sudah mencapai titik krusial di fase eksploitasi. Titik dimana keputusan penting harus dibuat dan dilaksanakan secara hati-hati jika manusia ingin bertahan hidup. 

Penulis akhiri tulisan ini justru dengan pikiran liar atas teori evolusinya Darwin. Menurut Darwin manusia adalah hasil perkembangan evolusi dari monyet. Agar tidak punah maka manusia harus berevolusi. Pertanyaannya adalah apakah kita akan berevolusi lagi semisal tumbuh tanduk di kepala atau tumbuh ekor dibelakang….ah entahlah!!!

Syekh Jabarantas
Situbondo, 12 November 2022 

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan menggunakan bahasa yang santun dan bijak