Senin, 05 April 2021

MIRIS!!! TINGKAT KEBERADABAN INDONESIA TERENDAH SE-ASIA TENGGARA

Microsoft pada bulan Februari 2021 yang lalu baru saja merilis hasil survei mereka yang diberi judul Digital Civility Index (DCI) atau Indeks Keberadaban Digital yaitu survei terkait tingkat keberadaban pengguna internet atau netizen sepanjang tahun 2020. Miris!!! Hasil survei sangat memprihatinkan dimana tingkat keberadaban (civility) netizen Indonesia sangat rendah bahkan terendah se-Asia Tenggara. Untuk peringkat dunia, Indonesia menduduki peringkat ke-29 dari 32 negara. Belanda berada pada peringkat teratas untuk level dunia (DCI=51;Rank=1) dan Singapura peringkat teratas untuk Asia Tenggara (DCI=59;Rank=4).
Skor Indonesia memang naik delapan poin, dari 67 pada tahun 2019 menjadi 76 pada tahun 2020, tetapi Indonesia tetap menjadi negara dengan warga netizen paling tidak beradab di Asia Tenggara. Miris!!! Apalagi Indonesia adalah negara dengan falsafah dasarnya Pancasila dan negara yang berketuhanan, seharusnya lebih bisa menunjukkan perilaku yang beradab dan berahlaqul karimah.
Definisi istilah keberadaban atau civility dalam laporan DCI Microsoft yaitu terkait dengan perilaku berselancar di dunia maya dan aplikasi media sosial, termasuk risiko terjadinya penyebarluasan berita bohong atau hoaks, ujaran kebencian atau hate speech, diskriminasi, misogini (kebencian terhadap perempuan), cyberbullying, trolling atau tindakan sengaja untuk memancing kemarahan, micro-aggression atau tindakan pelecehan terhadap kelompok marginal (kelompok etnis atau agama tertentu, perempuan, kelompok difabel, kelompok LGBTQ dan lainnya) hingga ke penipuan, doxing atau mengumpulkan data pribadi untuk disebarluaskan di dunia maya guna mengganggu atau merusak reputasi seseorang, hingga rekrutmen kegiatan radikal dan teror, serta pornografi.
Survei DCI dilakukan oleh Microsoft antara bulan April hingga Mei tahun 2020 dengan jumlah responden sebanyak 16.000 orang di 32 negara yaitu Argentina, Brazil, Kanada, Chili, Kolombia, Meksiko, Peru, Amerika Serikat, Belgia, Denmark, Perancis, Jerman, Hungaria, Irlandia, Itali, Belanda, Polandia, Rusia, Spanyol, Swedia, Britania Raya, Australia, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, Afrika Selatan, dan Turki.
Hasil survei diperoleh data sebanyak 47% responden pernah terlibat dalam perilaku bullying di dunia maya (cyberbullying), 19% bahkan mengatakan pernah menjadi korban bullying. Kelompok usia yang paling terpapar cyberbullying adalah generasi Z yaitu generasi usia yang lahir antara tahun 1997-2010 (47%), kelompok milenial atau yang lahir antara tahun 1981-1996 (54%), generasi X atau yang lahir antara tahun 1965-1980 (39%) dan kelompok baby-boomers atau yang lahir antara tahun 1945-1964 (18%).


Yang lebih membuat miris lagi, netizen yang dinilai ikut mendorong anjloknya tingkat keberadaban adalah orang dewasa atau yang berusia di atas 18 tahun, skornya mencapai +16. Kelompok usia yang seharusnya bisa memberikan contoh perilaku baik malah sebaliknya menjadi pendukung perilaku ketidakberadaban. Mengingat jumlah pengguna internet di Indonesia yang mencapai lebih dari 202 juta orang atau lebih dari 73 persen total penduduk, poin +16 ini tentu mencemaskan.


Hasil survei juga memperoleh data harapan besar responden netizen akan adanya instansi/lembaga yang turut serta memperbaiki tingkat keberadaban lewat berbagai hal, yaitu 59% dari unsur perusahaan media sosial. Nilai itu setara dengan yang berharap agar media ikut memainkan peran yaitu 54%. Sementara yang berharap pemulihan dilakukan oleh pemerintah mencapai 48%, oleh institusi pendidikan 46%, dan oleh institusi keagamaan 41%.
Paska Microsoft mempublikasikan hasil survei DCI-nya, apa yang dilakukan oleh netizen Indonesia? Miris!!! Bukan instrospeksi diri, tetapi malah “menyerang” akun Instagram Microsoft dengan komentar-komentar bernada negatif yang justru malah membenarkan label “tidak sopan” hasil DCI (berita dapat dibaca di https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210301072208-185-611992/microsoft-masih-tutup-komentar-ig-soal-netizen-ri-tak-sopan).
Semoga 46% dan 41% benar-benar menjadi data yang bisa membuka mata Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama Republik Indonesia bahwa perbaikan ahlaq menjadi suatu hal yang dibutuhkan sangat mendesak di NKRI kita yang tercintai ini. perbaikan kurikulum penting tapi perbaikan ahlaq sangat lebih penting. Ingatlah maqolah (quote) dari Abdullah Ibnu Mubarok seorang ulama sufi dalam kitab Adabul ‘Alim wal Muta‘allim karya Hadratussyekh Hasyim Asy’ari nahnu ila qolilin minal adab, ahwaju minna ila katsiirin minal ‘ilmi” (kita lebih membutuhkan adab meskipun sedikit dibanding ilmu meskipun banyak).

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan menggunakan bahasa yang santun dan bijak